
GURU Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Mirra Noor Milla menyatakan Indonesia berhasil menekan aksi terorisme dengan mencatatkan nol serangan dalam dua tahun terakhir. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa ancaman terorisme belum sepenuhnya hilang dan bisa muncul dalam bentuk yang lebih tersembunyi.
"Ancaman terorisme masih ada, dan kita perlu memperkuat sistem deteksi dini untuk memitigasi potensi serangan sebelum terjadi," kata Mirra melalui keterangannya, Minggu (8/6).
Salah satu indikasi ancaman nyata di Indonesia adalah penangkapan remaja berinisial MAS oleh Densus 88 di Gowa, Sulawesi Selatan, pada 24 Mei 2025. MAS diduga sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terafiliasi dengan ISIS, serta aktif menyebarkan propaganda ISIS di wilayah lain seperti Purworejo.
“Apa yang perlu kita lakukan adalah kita harus terus mengamati, terus mengobservasi, mengidentifikasi untuk mengenali potensi resiko itu, termasuk lingkungan yang mendukung terjadinya serangan terorisme,” ujarnya.
Mirra mengungkapkan hasil survei laboratorium psikologi politik tahun 2021 menunjukkan, potensi konflik tertinggi berada di wilayah yang pernah mengalami konflik sebelumnya. Ia mendorong pemerintah agar melakukan mitigasi agar potensi tersebut tidak berkembang menjadi kekerasan ekstrem.
“Perlu mengobservasi dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin terjadi di wilayah-wilayah bekas konflik itu,” katanya.
Lebih lanjut, Mirra menilai kelompok teroris yang tampak tenang mungkin sedang menyusun strategi. Maka dari itu, ia menekankan pentingnya membangun lingkungan sosial yang inklusif agar individu rentan tidak merasa terpinggirkan dan tidak mudah terpapar radikalisasi.
"Sekarang adalah waktu yang tepat untuk fokus pada strategi pencegahan dan membangun daya tahan komunitas," pungkasnya. (E-4)