
JURU bicara aliansi oposisi Compliance with the Arusha Agreement (CNARED), Jeremiah Minani mengatakan bahwa keputusan Negara Burundi keluar dari ICC merupakan bukti bahwa Bujumbura telah memilih jalan buntu. Diketahui, Burundi secara resmi menarik diri dari Statuta Roma tentang Mahkamah Kriminal Internasional (ICC), menurut keputusan presiden yang diterbitkan Selasa (8/4).
"Penarikan pasukan tidak memberikan hak kepada rezim untuk terus melakukan pembantaian tanpa mengkhawatirkan keadilan internasional, penarikan pasukan ini bukanlah sebuah peristiwa," kata Minani, kepada Anadolu Agency.
Keputusan yang ditandatangani oleh Presiden Pierre Nkurunziza itu, muncul setelah anggota parlemen negara itu menyetujui rancangan undang-undang tentang penarikan diri minggu lalu.
Pada bulan Juli, sejumlah pemimpin Afrika telah meminta negara-negara anggota Uni Afrika untuk menarik diri dari ICC dengan alasan, para jaksa pengadilan terutama menargetkan para pemimpin Afrika.
Kerusuhan di krisis Burundi dimulai pada bulan April 2015 ketika Nkurunziza mengumumkan pencalonannya untuk masa jabatan ketiga yang kontroversial.
Sejak itu, lebih dari 400 orang diduga telah terbunuh dan puluhan ribu orang telah meninggalkan negara itu untuk mencari perlindungan di negara-negara tetangga di kawasan Afrika Timur, sebagian besarnya di Rwanda.
Partai-partai oposisi dan anggota masyarakat sipil mengkritik penarikan diri negara itu dari ICC. Mereka mengatakan keputusan itu mencerminkan dugaan keterlibatan Bujumbura dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Burundi menangguhkan kerja sama dengan badan hak asasi manusia PBB minggu lalu. Negara itu menyatakan akan menangguhkan semua kerja sama dan kolaborasi dalam semua strukturnya dengan kantor ini hingga ada perintah baru.
Sementara itu, Gaston Sindimwo, wakil presiden pertama Burundi, mengatakan bahwa Burundi adalah korban konspirasi internasional yang didukung oleh keterlibatan kekuatan tertentu dengan tujuan tunggal menghancurkan negara.
“Kamu akan meninggalkan ICC dan menanggung semua konsekuensinya,” tegasnya.
Terpisah, Menteri Kehakiman Burundi, Aimee Laurentine Kanyana mengatakan Burundi telah menyadari bahwa ICC merupakan instrumen tekanan dan destabilisasi di negara-negara berkembang.
(H-3)