95% Adegan Aksi Film Pengepungan di Bukit Duri Dilakukan Sendiri oleh Para Aktornya

1 week ago 14
95% Adegan Aksi Film Pengepungan di Bukit Duri Dilakukan Sendiri oleh Para Aktornya Para aktor dan sineas dari Pengepungan di Bukit Duri(Dok. Come and See Pictures)

JOKO Anwar kembali dengan film terbarunya, kali ini lewat genre drama-thriller-aksi Pengepungan di Bukit Duri. Di film ini, Joko tak hanya menulis dan menyutradarai, namun ia sekaligus merangkap sebagai penyunting gambar, dan memproduserinya bersama Tia Hasibuan.

Di film ini, akan menampilkan adegan aksi antara para siswa sekolah yang diketuai oleh Jefri (Omara Esteghlal) melawan gurunya, Edwin (Morgan Oey). Film ini juga menampilkan secara eksplisit adegan-adegan kekerasan dan kerusuhan yang terjadi pada latar tahun 2027 di Indonesia.

“Adegan action di film ini tidak dimaksudkan untuk laga. Semua dikoreografikan seolah mereka bertahan hidup. Tidak ada yang menggunakan martial arts. Adegan action di film ini adalah drama juga. Setiap adegan, actionnya adalah adegan drama,” kata Joko Anwar saat konferensi pers di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, (10/4).

“Semua pemain melakukan adegan stunt, kecuali yang berbahaya. Misal dihantamkan ke kaca, itu tidak dilakukan oleh pemain, karena kalau terluka bisa berisiko untuk adegan selanjutnya. Namun, 95% adegan action dilakukan sendiri oleh para pemeran,” tambah Joko.

Di film ini, Joko menggandeng kolaborator lamanya, Jaisal Tanjung sebagai sinematografer, serta Aghi Narottama sebagai komposer. Sementara Dennis Sutanto didapuk sebagai desainer produksi.

“Membaca cerita ini, yang pertama kebayang adalah keburaman. Apa yang masuk ke kepala saya, visual keburaman. Baik contrast lighting, pergerakan kamera yang ragu-ragu, yang rasanya si karakter ini punya masalah ketidaktahuan. Masalah yang diceritakan di film ini tentang persoalan-persoalan sosial. Itu yang saya terjemahkan secara teknis visualnya, tidak jadi terlalu clean, dengan contrast dan movement yang dinamis agar bisa menghasilkan karakternya hidup di dunia yang akan kita hadapi,” tambah sinematografer Jaisal Tanjung.

Untuk desain tata artistik, Dennis Sutanto juga banyak berdiskusi dengan Jaisal Tanjung untuk menciptakan dunia yang suram. Ia berupaya menciptakan set artistik yang realistik, agar ketika para pemeran masuk ke set merasa seperti sedang berada di dunia yang nyata, alih-alih di lokasi syuting. Sementara itu, Aghi Narottama mencoba menerjemahkan scoring musiknya dengan tema distopia.

“Cerita di film ini negara tidak harmonis. Kami mendesain musiknya juga dengan Joko Anwar. Mencari suara yang kami desain layer per layer. Setiap layer mewakili kompleksitas rasa di film ini seperti suram, marah, dan kekerasan tapi juga ada rasa harapan. Film ini diisi juga dengan banyak sekali musik dari band-band, yang secara musik dan lirik dianggap sangat pas dengan situasi cerita di film ini,” kata Aghi Narottama. (M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |