
WAYANG Klithik adalah salah satu jenis wayang khas Jawa yang dibuat dari kayu pipih dan dimainkan dengan cara ditegakkan pada batang pisang seperti wayang kulit.
Nama "Klithik" berasal dari suara khas yang dihasilkan saat wayang ini dipukul atau digerakkan selama pertunjukan.
Ciri Khas Wayang Kayu
- Terbuat dari kayu tipis (biasanya kayu waru atau sengon).
- Tidak tembus cahaya seperti wayang kulit.
- Ukuran lebih kecil dibandingkan wayang golek.
- Menggunakan pewarnaan dan ukiran detail untuk menggambarkan karakter.
- Dimainkan seperti wayang kulit dengan dalang dan iringan gamelan.
Berikut Asal-Usul dan Sejarah Wayang Klithik
Wayang Klithik berasal dari Jawa Timur, diperkirakan berkembang sejak zaman Kerajaan Majapahit (abad ke-14).
Wayang ini awalnya digunakan untuk menceritakan kisah kepahlawanan dan sejarah Jawa, terutama dari kisah Panji dan cerita Damarwulan.
Perkembangan Wayang Klithik
1. Masa Kerajaan Majapahit (Abad ke-14 – 15)
- Wayang Klithik berkembang sebagai sarana hiburan rakyat dan pendidikan moral.
- Lakon utamanya adalah kisah Panji, yang menceritakan petualangan Raden Panji dari Kerajaan Jenggala dalam mencari kekasihnya, Dewi Sekartaji.
- Cerita Damarwulan, yang mengisahkan pahlawan Majapahit, juga mulai diperkenalkan.
2. Masa Islamisasi Jawa (Abad ke-15 – 16)
- Para Wali Songo memanfaatkan wayang, termasuk Wayang Klithik, untuk menyebarkan ajaran Islam.
- Beberapa lakon mulai memasukkan unsur nilai-nilai Islam, tetapi tetap mempertahankan cerita tradisional Jawa.
3. Masa Mataram Islam (Abad ke-17 – 18)
- Wayang Klithik semakin berkembang dengan dukungan kerajaan Mataram Islam.
- Pengaruh wayang kulit semakin besar, sehingga Wayang Klithik mulai mengadopsi beberapa elemen dari wayang kulit, terutama dalam penyajian pertunjukan.
4. Masa Kolonial Belanda (Abad ke-19 – Awal 20)
- Wayang Klithik tetap bertahan sebagai hiburan rakyat meskipun mengalami tekanan dari kolonialisme.
- Pertunjukan wayang menjadi sarana penyampaian kritik sosial terhadap penjajahan Belanda.
5. Masa Modern (Abad ke-20 – Sekarang)
- Wayang Klithik semakin jarang dimainkan dibandingkan wayang kulit dan wayang golek.
- Beberapa seniman dan budayawan berupaya melestarikannya sebagai bagian dari warisan budaya Jawa.
- Pertunjukan Wayang Klithik kini sering digunakan untuk acara adat, pendidikan, dan seni pertunjukan daerah.
Berikut Karakter Utama dalam Cerita Wayang Klithik
Wayang Klithik umumnya mengangkat kisah Panji dan Damarwulan, yang berasal dari sejarah dan legenda Jawa.
Tokoh dalam Kisah Panji
1. Raden Panji Inukertapati / Panji Asmarabangun
- Pangeran dari Kerajaan Jenggala.
- Tokoh utama dalam cerita Panji yang berpetualang mencari kekasihnya.
- Dikenal sebagai ksatria gagah, cerdas, dan penuh cinta.
2. Dewi Sekartaji
- Putri dari Kerajaan Kediri yang juga dikenal sebagai Galuh Candra Kirana.
- Kekasih dan calon istri Raden Panji, tetapi sempat hilang karena intrik politik.
- Sering menyamar untuk menghindari perjodohan paksa.
3. Klana Sewandana
- Raja dari Kerajaan Gegelang.
- Musuh utama Raden Panji yang ingin merebut Dewi Sekartaji.
- Bersifat sombong dan keras kepala.
4. Punakawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong)
- Tokoh pelawak yang sering hadir sebagai penasihat atau penghibur.
- Dalam cerita Panji, mereka membantu Raden Panji dalam petualangannya.
Tokoh dalam Kisah Damarwulan
1. Damarwulan
- Ksatria tampan dari Majapahit yang berasal dari kalangan rakyat biasa.
- Menjadi pahlawan yang mengalahkan musuh Majapahit dan menikahi Ratu Kencana Wungu.
- Dikenal sebagai sosok yang cerdas, berani, dan memiliki taktik perang yang hebat.
2. Ratu Kencana Wungu
- Ratu Majapahit yang sangat cantik dan bijaksana.
- Mengadakan sayembara untuk mencari ksatria yang bisa mengalahkan Menak Jinggo.
- Akhirnya menikah dengan Damarwulan setelah ia menang dalam pertarungan.
3. Menak Jinggo
- Raja Blambangan yang menjadi musuh utama Damarwulan.
- Dikenal kuat dan sakti, tetapi memiliki sifat sombong dan angkuh.
4. Sabdapalon & Nayagenggong
- Punakawan dalam kisah Damarwulan yang berperan sebagai penasihat dan penghibur.
Berikut Teknik Pembuatan dan Cara Memainkan Wayang Klithik
Wayang Klithik merupakan seni pertunjukan wayang yang khas dengan bahan dasar kayu pipih. Berikut adalah teknik pembuatannya dan cara memainkannya.
Teknik Pembuatan Wayang Klithik
Wayang Klithik dibuat dari kayu tipis dengan detail ukiran yang menyerupai tokoh dalam pewayangan.
1. Pemilihan Bahan
- Kayu yang digunakan umumnya dari kayu waru, sengon, atau mahoni karena ringan dan mudah diukir.
- Kulit atau kertas digunakan sebagai tambahan untuk memperhalus bagian tertentu.
2. Pemotongan dan Pembentukan Tokoh
- Kayu dipotong tipis berbentuk siluet karakter wayang.
- Setiap bagian tubuh seperti kepala, tangan, dan badan dibuat terpisah agar bisa digabung dengan engsel.
3. Pengukiran Detail dan Pewarnaan
- Ukiran dibuat dengan pisau kecil untuk menampilkan detail wajah, pakaian, dan aksesoris tokoh.
- Warna khas wayang digunakan, seperti merah untuk tokoh jahat, putih untuk tokoh bijak, dan hitam untuk tokoh gagah.
4. Pemasangan Engsel dan Pegangan
- Bagian tangan dipasang dengan engsel kecil agar bisa digerakkan.
- Pegangan dari bambu atau tanduk kerbau dipasang di bagian bawah untuk mengendalikan wayang saat dimainkan.
Cara Memainkan Wayang Klithik
Wayang Klithik dimainkan hampir seperti wayang kulit, tetapi tidak menggunakan layar (kelir).
1. Persiapan Pertunjukan
- Dalang mempersiapkan wayang sesuai dengan lakon yang akan dimainkan.
- Batang pisang digunakan sebagai penyangga wayang, di mana wayang akan ditancapkan.
- Gamelan Jawa seperti saron, kendang, dan gong mengiringi pertunjukan.
2. Teknik Menggerakkan Wayang
- Wayang digerakkan menggunakan pegangan di bagian bawah.
- Tangan wayang dapat digerakkan secara fleksibel karena terhubung dengan engsel.
- Dalang menggerakkan wayang sambil memainkan suara tokoh-tokoh dalam cerita.
3. Iringan Musik dan Dialog
- Setiap adegan diiringi musik gamelan yang sesuai dengan suasana cerita (lambat untuk adegan sedih, cepat untuk pertarungan).
- Dalang membawakan dialog dan narasi cerita sesuai dengan karakter yang dimainkan.
4. Efek Suara "Klithik-Klithik"
- Saat wayang bergerak dan saling berbenturan, akan terdengar suara khas "klithik-klithik", yang menjadi asal nama Wayang Klithik.
- Suara ini memberi efek dramatis pada pertunjukan, terutama saat adegan pertarungan.
Berikut Peran Wayang Klithik dalam Budaya Jawa
Wayang Klithik bukan sekadar hiburan, tetapi juga memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Jawa, baik dari aspek spiritual, sosial, hingga pendidikan.
1. Sarana Pendidikan dan Moralitas
- Wayang Klithik mengajarkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, kesetiaan, keberanian, dan kebijaksanaan.
- Cerita yang diangkat, seperti kisah Panji dan Damarwulan, mengandung pesan tentang kepahlawanan dan kebajikan.
- Karakter dalam wayang sering digunakan sebagai contoh perilaku baik dan buruk.
2. Media Hiburan Tradisional
- Sebagai bentuk hiburan rakyat, Wayang Klithik sering dimainkan dalam berbagai acara, seperti hajatan, festival budaya, dan pertunjukan rakyat.
- Dalang memainkan peran penting dalam menyampaikan humor, kritik sosial, dan cerita yang menarik bagi masyarakat.
- Tokoh Punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong sering menghadirkan humor khas dalam pertunjukan.
3. Sarana Ritual dan Upacara Adat
Wayang Klithik digunakan dalam berbagai upacara adat, seperti:
- Ruwatan (ritual tolak bala untuk membebaskan seseorang dari kesialan).
- Upacara bersih desa, sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan permohonan berkah.
Diyakini memiliki unsur spiritual yang dapat membawa ketenangan dan perlindungan bagi masyarakat.
4. Sarana Dakwah dan Penyebaran Agama
- Sejak zaman Wali Songo, wayang digunakan sebagai alat untuk menyebarkan ajaran Islam di Jawa.
- Beberapa cerita wayang Klithik dimodifikasi agar selaras dengan nilai-nilai keislaman, seperti ajaran kesabaran dan ketakwaan.
- Tokoh seperti Semar dan Damarwulan sering digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan beriman.
5. Identitas Budaya dan Warisan Tradisi
- Wayang Klithik adalah bagian dari warisan budaya Jawa yang harus dilestarikan.
- Meskipun kurang populer dibandingkan wayang kulit, wayang ini tetap memiliki nilai seni dan sejarah yang tinggi.
- Pemerintah dan seniman lokal terus berusaha melestarikan dan mengenalkan kembali Wayang Klithik kepada generasi muda melalui festival dan pendidikan budaya.
Berikut Perbedaan Wayang Klithik, Wayang Golek, dan Wayang Kulit
Wayang Klithik, Wayang Golek, dan Wayang Kulit adalah tiga jenis wayang yang memiliki perbedaan dalam bahan, teknik pembuatan, cara memainkan, dan cerita yang dibawakan.
Wayang Klithik | Wayang Golek | Wayang Kulit | |
Bahan | Kayu pipih (waru/sengon), ringan, dengan engsel di tangan | Kayu utuh berbentuk tiga dimensi | Kulit kerbau/sapi yang dipahat halus |
Bentuk | Pipih dan tipis seperti wayang kulit tetapi dari kayu | Berbentuk boneka tiga dimensi | Pipih dengan detail rumit |
Cara Memainkan | Dipegang oleh dalang dan ditancapkan pada batang pisang | Digerakkan dengan tongkat di bagian bawah tubuh | Ditancapkan pada batang pisang dan dimainkan di balik layar |
Layar (Kelir) | Tidak menggunakan layar | Tidak menggunakan layar | Menggunakan layar putih dan dimainkan dengan efek bayangan |
Ciri Khas Suara | Menghasilkan suara "klithik-klithik" saat dimainkan | Tidak ada suara khas dari materialnya | Menghasilkan efek suara dari tabrakan wayang |
Cerita yang Dibawakan | Kisah Panji (Raden Panji & Sekartaji), Damarwulan, sejarah kerajaan Jawa | Kisah Ramayana & Mahabharata, sering dimainkan di daerah Sunda | Kisah Ramayana & Mahabharata, kisah kerajaan dan tokoh pewayangan klasik |
Daerah yang Populer | Jawa Timur | Jawa Barat | Jawa Tengah & Yogyakarta |
Fungsi | Hiburan rakyat, ritual adat, dakwah Islam | Hiburan dan pendidikan moral | Hiburan, ritual adat, dan dakwah |
Kesimpulan
Wayang Klithik adalah bagian dari warisan budaya Jawa yang telah berkembang sejak zaman Majapahit hingga sekarang. Meskipun kurang populer dibandingkan wayang kulit, wayang ini tetap memiliki nilai seni dan sejarah yang tinggi dalam dunia pewayangan Indonesia.
Wrisan budaya Jawa yang unik ini digunakan untuk menceritakan kisah-kisah kepahlawanan dan sejarah Jawa. Meskipun kurang populer dibandingkan wayang kulit, wayang ini tetap memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi. (Z-4)