
MEMASUKI bulan Juni, masyarakat dunia memperingati Bulan Kesadaran Vitiligo (Vitiligo Awareness Month) termasuk di Indonesia. Momentum ini pun digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang vitiligo, mengurangi stigma, serta mendukung penelitian dan perawatan bagi mereka yang hidup dengan kondisi ini.
Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit akibat hilangnya melanin, sehingga memunculkan bercak-bercak putih yang tampak kontras dengan warna kulit asli.
Menurut publikasi ilmiah di Indonesia, prevalensi vitiligo berkisar 0,2–2%, sejalan dengan angka prevalensi global. Menariknya, vitiligo sering muncul pada usia muda dengan rata-rata awal kemunculan sekitar 7,3 tahun.
Selama Bulan Vitiligo ini, masyarakat didorong membagikan informasi edukatif melalui media sosial, mengikuti kampanye kesadaran vitiligo serta mendukung organisasi dan klinik yang fokus pada penelitian dan perawatan vitiligo.
Sejalan dengan itu, C Derma, salah satu klinik spesialis dermatologi, menegaskan komitmen memberikan edukasi dan penanganan vitiligo secara medis dan terukur melalui terapi kombinasi.
dr Maureen Situmeang, SpDVE, dokter spesialis dermatovnereologi dan estetika C Derma, menyampaikan sejak 2019, melalui dua cabangnya di Jakarta, C Derma terus konsisten menyediakan rangkaian terapi yang meliputi obat topikal seperti krim vitiskin, suplemen oral, terapi sinar UV, injeksi growth factor, serta prosedur skin graft (cangkok kulit). “Vitiligo adalah tantangan besar bagi kami para dokter dermatologi,” ujar Maureen Situmeang, di Jakarta, Rabu (4/6).
Ia mengatakan dampak vitiligo bukan hanya terlihat pada kulit, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup dan kepercayaan diri pasien.
"Karena itu, kami menyediakan terapi presisi, menargetkan area bercak kulit tanpa memberikan dampak negatif pada kulit normal,” jelas Maureen.
Sejak mulai menyediakan terapi vitiligo pada 2022, C Derma membantu lebih dari 450 pasien. Dari jumlah itu, 95% pasien menunjukkan respons positif berkat opsi terapi yang disesuaikan dengan kondisi individu.
Para dokter spesialis di C Derma, termasuk dr Srie Prihianti G SpDVE Subsp DA PhD, yang juga pengurus Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (Perdoski) turut mengedukasi bahwa vitiligo bukan kondisi yang harus dibiarkan tanpa solusi.
Salah satu kisah inspiratif datang dari Aloysius Wahyu, ayah dari pasien bernama Gabriel Zoey. Aloysius menceritakan bercak vitiligo pertama kali muncul di kulit Zoey ketika berusia 5 tahun.
"Awalnya kami hanya menggunakan salep dari dokter di rumah sakit, tapi tidak ada perubahan, bahkan melebar. Setelah konsultasi ke C Derma, kami mendapatkan terapi kombinasi terbaik. Sekarang, kondisinya sudah jauh lebih baik, dan Zoey senang bercak putihnya tidak muncul lagi," cerita Aloysius.
Menurutnya, keberhasilan sebuah perawatan membutuhkan komitmen untuk menjalani terapi secara rutin dan konsisten. Ia pun mengajak masyarakat Indonesia agar tidak ragu berkonsultasi dan mencari solusi medis. Sebab, dengan terapi yang tepat, vitiligo dapat dikelola dan kualitas hidup pasien bisa meningkat secara signifikan.
"Upaya-upaya ini penting untuk mengurangi stigma serta meningkatkan pemahaman masyarakat agar penyandang vitiligo bisa hidup lebih percaya diri dan mendapatkan akses perawatan yang memadai," pungkasnya. (H-2)