
PENCABUTAN empat izin usaha pertambangan (IUP) menjadi setitik kabar baik dan salah satu langkah penting menuju perlindungan ekosistem di Raja Ampat, Papua Barat Daya secara penuh dan permanen dari industri nikel yang mengancam lingkungan hidup dan ruang-ruang hidup masyarakat.
Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia Kiki Taufiq mengatakan berbagai elemen masyarakat di Raja Ampat, termasuk masyarakat adat dan komunitas lokal yang tergabung dalam Aliansi Jaga Alam Raja Ampat, sudah bersuara dan berjuang mempertahankan Raja Ampat dari ancaman tambang nikel.
"Greenpeace Indonesia mengapresiasi keputusan ini, tetapi kami menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah yang bisa dilihat secara terbuka oleh publik. Kami juga tetap menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat, dengan pencabutan semua izin pertambangan yang aktif maupun yang tidak aktif," kata Kiki, Selasa (10/6).
Terlebih ada preseden bahwa izin-izin yang sudah pernah dicabut lantas diterbitkan kembali, termasuk di Raja Ampat, karena adanya gugatan dari perusahaan.
Greenpeace Indonesia mengajak publik untuk terus mengawasi langkah pemerintah dalam merestorasi wilayah-wilayah yang sudah dirusak oleh pertambangan agar dikembalikan ke fungsi ekologisnya.
"Kita bisa mendesak dan menciptakan perubahan bersama-sama. Kami mengapresiasi publik yang sudah ikut bersuara lewat tagar #SaveRajaAmpat dan 60.000 lebih orang yang telah turut menandatangani petisi," ungkapnya.
Sebelumnya pemerintah mencabut empat dari lima IUP yang aktif di Raja Ampat, Papua antara lain PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe, PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manuran, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Manyaifun dan Batang Pele, serta PT Nurham di Pulau Waigeo. (H-3)