
PARA ilmuwan mengatakan stimulasi otak dapat digunakan untuk mengobati kecemasan pada penderita Parkinson setelah mereka menemukan temuan yang "menjanjikan" tentang gelombang otak.
Lebih dari 10 juta orang di seluruh dunia hidup dengan penyakit Parkinson, dan sekitar satu dari tiga di antaranya mengalami kecemasan yang mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.
Stimulasi otak dalam (Deep Brain Stimulation/DBS) sudah digunakan sebagai pengobatan untuk membantu mengatasi gejala fisik penyakit ini, seperti kekakuan, gerakan lambat, dan tremor.
Namun kini, para ahli menyambut terobosan yang mereka sebut "luar biasa" dalam pemahaman mereka tentang gelombang otak tertentu, yang menurut mereka dapat membuka peluang bagi DBS untuk digunakan dalam meredakan gejala kecemasan.
Dr. Lucia Ricciardi, dosen senior neurologi di City St George’s, University of London, sekaligus salah satu pemimpin penelitian ini, mengatakan:
"Kecemasan telah diakui sebagai kebutuhan terapeutik utama yang belum terpenuhi pada penyakit Parkinson, dan hasil penelitian kami kini menawarkan harapan baru."
"Kami menunjukkan stimulasi otak dalam memiliki potensi manfaat yang lebih luas bagi penderita Parkinson daripada yang kita duga sebelumnya."
"Penemuan ini membuka peluang bagi kami untuk mengeksplorasi pengobatan neuromodulasi yang lebih canggih dan disesuaikan dengan kebutuhan individu guna meredakan kecemasan serta berbagai gejala lainnya."
Tim peneliti dari City St George’s dan University of California, San Francisco (UCSF) merekrut 33 pasien Parkinson berat yang menjalani operasi DBS untuk mengatasi gejala fisik mereka.
Ahli bedah saraf menanamkan elektroda kecil ke dalam otak mereka dan kemudian melacak berbagai jenis gelombang otak dalam tiga lingkungan berbeda di Inggris dan AS dengan menggunakan perangkat yang berbeda.
Ricciardi mengatakan: "Kami untuk pertama kalinya menemukan adanya hubungan kuat antara aktivitas otak di bagian yang disebut ganglia basal dan tingkat kecemasan pada penderita Parkinson."
"Saat kami mengukur gelombang otak, kami menemukan kadar yang lebih tinggi dari jenis gelombang otak yang disebut theta power berkaitan dengan kecemasan yang lebih parah."
Tim ini sebelumnya menduga mungkin ada hubungan antara aktivitas otak jenis ini dan kecemasan, kata Ricciardi.
"Tapi kami terkejut melihat betapa kuatnya hubungan tersebut. Hubungan ini ditemukan pada tiga kelompok pasien di lokasi yang berbeda dengan perangkat yang berbeda—yang menunjukkan betapa kuatnya hasil ini. Ini merupakan langkah maju yang menarik bagi kami."
"Temuan ini luar biasa karena membuka jalur penelitian baru yang akan membantu kami memahami apa yang terjadi di otak yang menyebabkan kecemasan pada penderita Parkinson."
Meskipun banyak penderita Parkinson yang mengalami kecemasan, selama beberapa dekade ada kesenjangan besar dalam pemahaman tentang penyebab biologis yang mendasarinya, dan pilihan pengobatan masih terbatas.
Ricciardi mengatakan: "Meskipun ini masih tahap awal, tujuan kami adalah mengembangkan sistem DBS yang dapat secara otomatis menyesuaikan diri untuk membantu mengelola kecemasan."
"Ide utamanya adalah dengan mengirimkan sinyal yang ditargetkan ke otak, kita dapat membantu menyeimbangkan aktivitas yang terkait dengan kecemasan. Ini dapat membantu orang merasa lebih tenang dan meningkatkan suasana hati mereka."
"Pada dasarnya, kami ingin menciptakan pengobatan yang dapat merespons perasaan pasien secara real-time, yang dapat menghasilkan hasil yang lebih baik bagi mereka yang menghadapi kecemasan."
Salah satu pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini, Jonathan Lovett, mengatakan: "Ini akan menjadi kemajuan besar jika DBS dapat membantu mengatasi gejala non-motorik seperti kecemasan."
Baginya, kecemasan adalah salah satu "tanda awal" penyakit tersebut. Pria berusia 73 tahun dari Surbiton, London barat daya ini mengatakan bahwa kecemasannya begitu parah hingga ia menghabiskan hampir dua tahun dalam terapi untuk mencari tahu mengapa ia terus-menerus merasa sedih dan gelisah.
"Parkinson adalah penyakit yang sangat kompleks, hampir mustahil untuk dipahami sepenuhnya. Kemajuan teknologi yang memungkinkan kontrol cerdas terhadap perangkat yang bekerja pada perilaku otak—dengan mengumpulkan data, pemantauan jarak jauh, penyesuaian dosis obat, serta analisis tren dan titik kritis—bisa sangat mengubah hidup."
Dr. Simon Little, profesor neurologi di UCSF yang turut memimpin penelitian ini, mengatakan bahwa studi ini didukung oleh Dewan Riset Medis Inggris (UK Medical Research Council) dan National Institutes of Health di AS.
Ia berharap temuan ini tidak hanya dapat membantu penderita Parkinson, tetapi juga memberikan wawasan tentang cara mengobati kecemasan pada orang yang tidak memiliki kondisi tersebut. (The Guardian/Z-2)