
DIREKTORAT Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil mengungkap pasokan bahan peledak untuk pengeboman ikan di perairan daerah itu berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Pasokan detonator ke NTT ini terungkap setelah aparat gabungan dari Baharkam Polri, Polairud Polda NTT dan Satpolair Polres Manggarai Barat menangkap seorang pria berinsial M di Pelabuhan Labuan Bajo, Manggarai Barat.
"Pelaku berangkat dari Makassar ke Labuan Bajo, dengan menggunakan kapal kayu. Kita melihat kejanggalan pada pelaku, kita amankan, periksa dan ditemukan di dalam tasnya ada 100 denator," kata Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Irwan Deffi Nasution kepada wartawan di Kupang, Jumat (25/4).
Kasus penyelundupan detonator ke wilayah NTT tersebut dinilai terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Jika detonator tersebut lolos, lanjut Kombes Irwan, akan mendatangkan kerusakan terumbu karang yang luas dan kerugian yang ditimbulkannya bisa mencapai miliaran rupiah. Untuk mengembalikan kondisi terumbu karang ke semula, butuh Waktu sekitar 20 tahun.
Menurut Kombes Irwan Nasution, satu detonator yang digagalkan tersebut bisa dibongkar dan dirakit lagi menjadi ukuran kecil seperti seukuran pipet minuman air mineral.
"Satu detonator bisa menghasilkan 7-8 detonator kecil sehingga dari 100 detonator tersebut bisa menghasilkan lagi sekitar 700-800 detonator baru untuk digunakan oleh nelayan yang menangkap ikan dengan mengunakan bahan peledak," jelasnya.
Adapun M yang ditangkap sejak Maret 2025 ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan kasus ini sudah sampai di Kejaksaan setempat. Saat ini, polisi masih mengembangkan kasus tersebut untuk mencari pelaku lainnya, termasuk pemasok dan penerima detonator di wilayah NTT.
Kasus lain yang berhasil diungkap polisi ialah pengeboman ikan di perairan Kabupaten Sikka pada awal pekan ini dengan dua tersangka serta barang bukti berupa 156 ikan campuran, perahu, dan kompresor.
"Mereka mengaburkan aparat. Satu orang melakukan pengeboman. Setelah itu, dia meninggalkan lokasi pengeboman bersama perahunya, kemudian datang perahu kedua melakukan penyelaman untuk mengambil ikan di dasar laut," katanya.
Untuk kedua kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 84 jo Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009.
Menurutnya, Polda NTT telah memetakan enam wilayah rawan praktik pengeboman ikan yaitu Flores Timur, Sikka, Ende, Manggarai Barat, Kupang, dan Rote Ndao. Sesuai data yang ada, selama tiga tahun terakhir tercatat 17 kasus pengeboman ikan di perairan enam kabupaten tersebut, terdiri dari enam kasus pada 2023, tujuh kasus pada 2024 dan empat kasus sampai April 2025. (E-2)