
DIREKTUR Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar mengatakan Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan skenario mendorong tugas-tugas militer di ruang sipil. Dia mencontohkan soal operasi militer selain perang (OMSP) yang ada dalam revisi UU TNI merupakan upaya sistematis menormalisasi keterlibatan militer dalam kehidupan sipil.
Wahyudi menyoroti soal perbantuan militer. Menurutnya, OMSP dapat berpotensi berkembangnya anggapan dwifungsi TNI. "Ada langkah yang diambil oleh militer dalam tugas-tugas pengkaryaan di ruang sipil," kata Wahyudi dalam keterangan yang diterima, Rabu (19/3).
Dia menjelaskan dalam berbagai aturan sudah diatur peran dan bantuan militer. Wahyudi mencontohkan dalam UU Terorisme sebenarnya sudah diatur bagaimana TNI terlibat dalam aksi pemberantasan terorisme. "Sehingga ini perlu dijustifikasi melalui revisi UU TNI, yang bisa disebut ugal-ugalan," kata Wahyudi.
Wahyudi mengatakan ia bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap ada beberapa kejanggalan dalam pembahasan revisi UU TNI yang akan disahkan pada Kamis (20/3).
Dia mengatakan pembahasan revisi UU TNI hanya berlangsung satu minggu. Publik juga tidak pernah mendapatkan naskah utuh RUU TNI.
"DPR sendiri tidak pernah memiliki draft utuh. Tiba-tiba ada DIM. Bahkan, setiap Fraksi tidak punya DIM, padahal DIM ini merupakan syarat formil suatu RUU," kata Wahyudi.
DPR dipastikan akan tetap mengesahkan Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau revisi UU TNI di rapat paripurna DPR, besok.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menilai adanya pro dan kontra merupakan hal lumrah. Dia membantah ada hal-hal yang berkaitan isu dwifungsi ABRI di perubahan UU TNI. (P-4)