
PRESIDEN Rusia Vladimir Putin menyatakan ia memiliki "keraguan" mengenai potensi gencatan senjata 30 hari dalam perang Ukraina. Menurutnya, masih belum jelas bagaimana situasi di Kursk dan daerah lain akan berkembang jika gencatan senjata diterapkan.
Meski demikian, Putin memuji proposal AS sebagai “hebat dan benar” serta menyatakan bahwa Rusia mendukungnya secara teori, tetapi masih banyak hal yang perlu didiskusikan. Pernyataan ini disampaikan saat utusan khusus Amerika, Steve Witkoff, tiba di Moskow untuk memberi penjelasan kepada pejabat Kremlin mengenai rencana perdamaian. Pemerintahan Trump menekankan keputusan kini berada di tangan Rusia.
Awal pekan ini, Amerika Serikat dan Ukraina mengadakan pembicaraan di Arab Saudi, di mana Kyiv menerima usulan gencatan senjata 30 hari yang didukung AS dan mencakup seluruh garis depan pertempuran.
“Kami setuju dengan usulan untuk menghentikan permusuhan, tetapi kita harus mempertimbangkan bahwa gencatan senjata ini harus bertujuan mencapai perdamaian jangka panjang serta menyoroti akar penyebab krisis,” ujar Putin dalam konferensi pers usai bertemu dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.
Ini bukan kali pertama Putin menekankan pentingnya mengatasi “akar penyebab” perang. Kremlin sebelumnya mengklaim pemerintahan Ukraina saat ini merupakan bagian dari masalah mendasar konflik ini. Rusia pertama kali menginvasi Ukraina pada 2014 dan melancarkan invasi penuh pada 2022.
Putin kemudian mengajukan berbagai pertanyaan mengenai potensi gencatan senjata, termasuk bagaimana penerapannya akan diverifikasi, siapa yang akan memberi perintah penghentian pertempuran, serta bagaimana nasib wilayah Kursk yang masih diduduki Ukraina.
“Apa yang akan kita lakukan dengan daerah di wilayah Kursk ini—jika kita menghentikan operasi militer selama 30 hari, apakah itu berarti semua orang yang ada di sana akan pergi tanpa perlawanan? Haruskah kita membiarkan mereka pergi begitu saja setelah mereka melakukan banyak kejahatan terhadap warga sipil?” tanya Putin.
Sebelumnya, Putin menyatakan Kursk “sepenuhnya berada di bawah kendali kami dan kelompok yang menyerbu wilayah kami telah sepenuhnya diisolasi.”
Ia juga mempertanyakan bagaimana pihak Ukraina akan memanfaatkan jeda 30 hari ini, dengan menambahkan, “Bagaimana masalah lain di sepanjang garis kontak yang membentang hampir 2.000 kilometer (1.240 mil) akan diselesaikan?”
Sementara itu, seorang penasihat kepresidenan Rusia sebelumnya menyatakan keraguan terhadap usulan gencatan senjata dari AS. Yuriy Ushakov, penasihat Kremlin, mengatakan Moskow tidak menginginkan gencatan senjata sementara karena hal itu hanya akan memberi waktu bagi militer Ukraina untuk berkumpul kembali. Ushakov menjelaskan posisi Rusia ini dalam percakapan telepon dengan Penasihat Keamanan Nasional AS, Michael Waltz.
“Saya menguraikan posisi kami bahwa ini tidak lebih dari sekadar kesempatan bagi militer Ukraina untuk mengambil jeda, tidak lebih,” ujar Ushakov dalam wawancara dengan media pemerintah Rusia, meremehkan proposal tersebut sebelum pembicaraan dimulai pada Kamis. “Kami percaya tujuan kami adalah mencapai penyelesaian damai jangka panjang. Itulah yang kami upayakan.”
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, dengan cepat menambahkan pernyataan Ushakov mengenai gencatan senjata sementara tidak boleh diartikan sebagai penolakan Rusia terhadap proposal AS. Peskov mengatakan kepada CNN, Moskow masih menunggu informasi lebih lanjut secara langsung sebelum membuat keputusan.
Sebelum pembicaraan, Ushakov juga mengklaim “Amerika dan kami sepakat bahwa tidak boleh ada pembicaraan mengenai NATO dalam konteks penyelesaian Ukraina dan masa depan negara tersebut.”
Moskow sebelumnya menyatakan kehadiran pasukan negara-negara NATO di Ukraina tidak dapat diterima, bahkan jika mereka berada di bawah bendera nasional masing-masing. Pada Kamis, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menegaskan kembali penolakan terhadap “segala bentuk” kehadiran militer asing.
“Bagi kami, sepenuhnya tidak dapat diterima jika ada unit angkatan bersenjata negara lain di Ukraina dalam bentuk apa pun, baik itu kontingen asing, pangkalan militer, atau operasi penjaga perdamaian,” ujar Zakharova, seraya menambahkan bahwa Rusia akan merespons dengan “segala cara yang tersedia.”
Ketika ditanya mengenai kemungkinan pasukan Eropa bertindak sebagai penjaga perdamaian, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menjawab pada Rabu, “Ada berbagai cara untuk membangun pencegahan di lapangan.”
Presiden AS Donald Trump juga mengatakan kini keputusan ada di tangan Putin terkait penghentian perang di Ukraina. “Kita harus melihat bagaimana kelanjutannya. Sekarang tergantung pada Rusia,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Oval, sambil menolak berkomentar apakah ia memiliki jadwal pertemuan dengan pemimpin Rusia tersebut.
Sementara itu, militer Rusia mengumumkan mereka telah merebut kembali Sudzha, kota terbesar yang pernah diduduki Ukraina di wilayah Kursk. Hal ini mengancam satu-satunya kartu negosiasi teritorial yang masih dimiliki Kyiv di tengah tekanan untuk mengakhiri perang.
Keberhasilan merebut kembali Sudzha menjadi kemenangan simbolis besar bagi Rusia. Meskipun kota ini kecil, dengan populasi sekitar 5.000 orang sebelum serangan Ukraina, Sudzha adalah salah satu dari sedikit kota penting yang masih dikuasai Ukraina. (CNN/Z-2)