Puskapol UI Sebut Sistem Proporsional Terbuka Perlu Dievaluasi

1 week ago 9
Puskapol UI Sebut Sistem Proporsional Terbuka Perlu Dievaluasi Ilustrasi( ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Delia Wildianti menilai sistem proporsional terbuka perlu dievalusi. Adapun, sistem proporsional terbuka adalah sistem yang memungkinkan rakyat memilih langsung caleg atau wakil rakyat di suatu daerah pemilihan (dapil) yang ditawarkan oleh partai.

Dengan begitu, wakil rakyat terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang dipilih secara langsung. Delia mengungkapkan Puskapol sejak 2014 mendorong sistem proposional terbuka karena mengusung semangat pemilih bisa diberikan pilihan untuk memilih caleg secara langsung.

Akan tetapi, dalam praktiknya sistem proporsional terbuka mempunyai kelemahan institusionalisasi partai karena caleg bertarung secara individu atau personal dengan calon-calon lain. Sedangkan partai menjadi penyedia tiket ke parlemen.

Delia mengungkapkan sistem proporsional terbuka juga dalam praktiknya tidak mendukung kesetaraan gender. Ia menilai sistem proporsional terbuka merupakan arena tarung bebas, tetapi antara perempuan dan laki-laki tidak memiliki keseteraan di politik.

"Perempuan masuk ke dalam proses politik itu belakangan jadi startnya saja tidak setara tapi harus bertarung bebas. Dalam beberapa studi yang kami pelajari di beberapa negara memang sistem proporsional terbuka tidak kompatibel mendorong keterwakilan perempuan, jstru yang kompatibel mendorong keterwakilan perempuan itu adalah sistem proporsional tertutup karena di dalamnya bisa ada kebijakan kuota dan juga ada kebijakan zipper system yang bisa memperkuat keterwakilan perempuan," kata Delia saat rapat dengar pendapat umum di Komisi II DPR, Rabu (5/3).

Delia mengatakan pihaknya mendorong diterapkannya sistem Pemilu campuran. Namun, ketika sistem proporsional terbuka tetap diterapkan perlu ada beberapa hal yang dievaluasi.

Ia mengatakan harus ada evaluasi pada sistem rekrutmen partai. Ia merekomendasikan caleg itu harus melewati tahapan-tahapan rekrutmen dan kaderisasi partai. "Sehingga, tidak ada istilahnya caleg kutu loncat gitu ya, tiba-tiba caleg masuk di dalam partai politik padahal tidak punya gagasan, tidak punya Ideologi partai, tidak tau mau mengembangkan seperti apa," katanya.

Selanjutnya, Delia mengungkapkan perlunya keterbukaan caleg. Saat ini,  ketika mencalonkan diri, caleg bisa memilih apakah menampilkan atau tidak riwayat hidupnya di KPU.  "Seharusnya selalu ditampilkan karena itu adalah bentuk transparansi calon sepanjang data ditampilkan tidak melanggar data pribadi," katanya.

"Data yang sifatnya publik yang harus diketahui oleh masyarakat, itu harus disampaikan. Karena tujuan dari sistem proporsional terbuka adalah memilih caleg yang akan mewakili pemilihnya," tambahnya.

Delia juga mengatakan nomor urut untuk perempuan juga perlu dievalusi. Ia mendorong adanya ketentuan posisi nomor urut 1 di 30% daerah pemilihan untuk perempuan. Ia mengatakan berdasarkan studi Puskapol UI, hampir 70% yang terpilih itu adalah nomor urut 1.

"Meskipun di sistem proporsional terbuka nomor urut tidak berpengaruh, tapi nyatanya studi kami menunjukkan Lebih dari 50 persen yang terpilih adalah nomor urut 1. Jadi mau tidak mau untuk mendorong percepatan akselerasi kesetaraan itu juga perlu dibantu dengan penguatan afirmasi," katanya. (Faj/P-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |