Polri Periksa 3 Ponsel Eks Kapolres Ngada yang Rekam Aksi Pelecehan Seksual

1 month ago 16
Polri Periksa 3 Ponsel Eks Kapolres Ngada yang Rekam Aksi Pelecehan Seksual Konferensi pers kasus pelecehan seksual mantan Kapolres Ngada.(Dok. MGN)

POLRI masih memeriksa tiga ponsel eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang disebut sebagai alat perekam aksi pelecehan seksual pada 3 anak di bawah umur. Ketiga ponsel itu digunakan Fajar merekam perbuatan asusila dan menyebarkannya ke situs porno.

"Ya, sebentar lagi hasilnya keluar karena kita menunggu lengkap dari tiga handphone itu, tiga handphone itu RAM-nya cukup banyak. Nanti kalau sudah lengkap baru (disampaikan)," kaya Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 19 Maret 2025.

Himawan juga belum bisa menjawab perihal ada atau tidak keuntungan dari mengunggah konten asusila itu. Sebab, hal itu diyakini akan terungkap dari ketiga ponsel yang tengah diperiksa di Laboratorium Forensik (Labfor) Bareskrim Polri.

"Ya, nanti kita lihat apakah di dalam device tersebut itu memang tertera hasil daripada penjualan tersebut, karena nanti kita juga tracing terkait dengan aliran dananya. Itu ya maksudnya? Tunggu ya," ujar Himawan.

Sebelumnya, Himawan menyebut Polri akan memeriksa tiga unit handphone (hp) AKBP Fajar untuk mendalami perbuatan asusila. Maka itu, Dittipidsiber Bareskrim Polri memberikan atensi dalam penanganan kasus yang ditangani Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.

"Pada kesempatan kali ini, kami dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan memberikan asistensi terhadap pemeriksaan barang bukti digital, berupa tiga unit handphone yang terkait tindak pidana yang sedang disidik oleh Ditreskrimum Polda NTT," kata Himawan dalam konferensi pers di Gedung Divhumas Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

Himawan mengatakan pemeriksaan terhadap tiga unit handphone itu agar memenuhi penyidikan secara ilmiah atau Scientific Crime Investigation (SCI). Menurutnya, pendalaman tiga unit ponsel itu dilakukan karena Fajar membuat konten video pornografi anak menggunakan handphone. Lalu, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya konten tersebut melalui website atau forum pornografi anak di dark web.

"Yang dapat diakses siapapun yang bergabung di dalam forum tersebut," ujar jenderal polisi bintang satu itu.

AKBP Fajar dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) usai menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di ruang sidang Divpropam Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 17 Maret 2025 pukul 10.30-17.45 WIB. Ada delapan orang saksi dan ahli memberikan keterangan dalam sidang etik itu.

Tiga di antaranya bersaksi secara langsung yaitu ahli psikolog; ahli terkait narkoba perihal tes urine Fajar; dan istri Fajar, ADP. Lalu, lima lainnya memberikan keterangan secara virtual yakni ahli kesehatan jiwa berinisial HM; AKP FDK; korban pelecehan berinisial SHDR, 20; saudari ABA, dan saudara RM.

Hasil sidang, diketahui wujud perbuatan AKBP Fajar pada saat menjabat sebagai Kapolres Ngada Polda NTT telah melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur. Kemudian, perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, mengonsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, memposting dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

AKBP Fajar telah ditetapkan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Total ada delapan video porno AKBP Fajar dalam compact disc (CD) disita penyidik Polda NTT.

Sementara itu, empat korban Fajar ialah anak usia 6 tahun, usia 13 tahun, dan usia 16 tahun. Lalu, satu orang dewasa berinisial SHDR alias F usia 20 tahun.

Fajar dijerat Pasal 6 huruf C dan Pasal 12 dan Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B dan Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, C, dan I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Ancaman hukumannya, pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp1 miliar. Teranyar, Polri memastikan juga mengenakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.  (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |