
KETUA PHRI Bali, Prof Tjokorde Ardana Sukawati, yang akrab disapa Cok Ace, mengungkapkan kebingungannya terhadap fenomena kosongnya hotel-hotel di Bali saat ini. Padahal, dari data pengelola Bandara I Gusti Ngurah Rai, jumlah turis baik mancanegara maupun domestik yang singgah di Bali saat ini masih normal di masa low season karena bertepatan dengan bulan Ramadan.
Namun, jumlah turis yang singgah di Bali melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai itu berbanding terbalik dengan kondisi hotel-hotel. Hotel-hotel bintang hanya terisi 63%, sementara hotel non-bintang lebih sepi lagi, hanya 33%-35%.
Dugaan pun mengarah ke vila-vila yang tumbuh bak jamur di musim hujan yang diduga banyak tak berizin alias bodong, terutama di wilayah Badung dan Gianyar, Kota Denpasar, serta kabupaten/kota yang lain di Bali.
"Kita menduga ada banyak yang sewa vila pribadi, rumah pribadi, dan sebagainya. Ini linier dengan sepinya tamu yang dialami oleh para driver karena sudah banyak rental mobil murah dan sepeda motor di Bali," duganya.
Banyak vila di Bali dalam kondisi ilegal alias bodong, tidak berizin. Tidak ada izin usaha vila, pemerintah daerah pun kehilangan peluang pajak.
Uang yang seharusnya menjadi pemasukan daerah, yang seharusnya dinikmati rakyat, yang seharus untuk membangun daerah, ternyata menguap, entah ke mana.
Pengamat sosial budaya Bali, Wayan Suyadnya, mengatakan, kondisi Bali saat ini sangat paradoks. Turis banyak masuk ke Bali, namun warga lokal tidak banyak menerima manfaatnya.
Sementara kasus kriminal, perampokan, begal, dan jambret hampir menjadi berita harian.
"Ini karena siapa? Tak lain, tak bukan, ini pasti akibat banyak turis yang datang membuang duitnya di Bali. Ibarat pepatah, di mana ada gula di sana ada semut. Banyak yang berdatangan ke Bali mengais duit yang dibuang turis itu. Menjadi ironis jika uang yang dibuang hanya menjadi keuntungan pemilik vila bodong yang bisa jadi bukan milik warga Bali, bahkan bisa jadi juga milik warga negara asing," ujarnya.
Dunia paradoks telah menggenggam Bali. Jika pemungutan pajak diintensifkan dan pemerintah kabupaten/kota lebih jeli menutup kebocoran-kebocoran pajaknya itu dengan mencatatkan jumlah vila yang sesungguhnya, bukan tak mungkin anggaran pendapatan daerah sebagaimana Kabupaten Badung yang menetapkan Rp10,6 triliun, angkanya bisa melonjak dua kali lipat di tahun-tahun mendatang.
Di kabupaten Badung, APBD daerah itu untuk tahun 2025 sebesar Rp10, 7 triliun. Dari jumlah itu, Rp10, 6 triliun berasal dari pendapatan asli daerah itu. Begitu juga daerah lainnya seperti Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar serta kabupaten yang lain, angka pendapatan pariwisata, hotel dan restorannya bisa terkoreksi berlipat-lipat, jika tidak bocor, jika vila-vila yang ada di daerah itu tercatat dengan baik.
"Tapi pertanyaannya, siapa yang berani menutup celah ini? Siapa yang cukup jujur dan bernas untuk memastikan bahwa Bali tak hanya menjadi tempat wisatawan menikmati eksotismenya, tetapi juga rumah bagi masyarakatnya untuk hidup lebih sejahtera? Paradoks ini menanti jawaban. Atau, barangkali ia akan tetap menjadi misteri yang tak terpecahkan, seperti gelombang laut yang terus datang, tetapi tak pernah membawa perubahan nyata," ujarnya.
tiga pekan terakhir, Bali diakui sangat sepi tamu. Hal ini diakui beberapa travel agent atau agen perjalanan wisata di Bali dan para driver online yang beroperasi di beberapa pusat destinasi wisata di Bali.
Seorang driver pariwisata Bali I Wayan Nanda menjelaskan, sudah lebih dari tiga pekan tidak ada tamu. "Saya pikir kalau saya sendiri yang mengalaminya. Ternyata setelah kami saling info, saling komunikasi dengan sesama driver baik yang di Kuta, Legian, Seminyak, Canggu, Nusa Dua, semua sama. Sangat sepi. Ada apa ya? Tidak seperti biasanya. Sebab, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sesepi-sepinya di masa low session, tidak seperti sekarang ini. Sangat sepi. Biasanya ada saja tamu walau tidak seramai musim high season," ujarnya saat dikonfirmasi di Denpasar, Rabu (20/3).
Ia mengakui, banyak sopir pariwisata parkir. Banyak travel agent berhenti.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan data yang dikeluarkan soal pergerakan tamu yang datang dan pergi melalui Bandara Ngurah Rai. Pada periode Januari hingga Februari 2025 saja sudah ada lebih dari 3 juta tamu yang yang datang ke Bali.
Dari jumlah tersebut ada lebih dari 2 juta adalah wisatawan mancanegara dengan pergerakan pesawat terbanyak berasal dari Singapura dan Australia.
"Jumlah kunjungan ini masih normal di masa low session karena setelah dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya tidak ada perbedaan yang signifikan," ujar General Manajer Bandara Ngurah Rai Ahmad Syaugi, Rabu (19/3). (OL/E-4)