
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di Kabupaten Barito menjadi tamparan keras kepada banyak pihak, termasuk Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Terlebih, Putusan MK Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 itu didasarkan atas praktik politik uang dari para pasangan calon.
Selain memerintahkan PSU ulang, MK juga mendiskualifikasi dua pasangan calon bupati dan wakil bupati yang berkontestasi sebelumnya, yakni Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya. Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan, seharusnya semua pihak dapat saling mengingatkan untuk menahan diri dari praktik pembelian suara.
"Putusan ini merupakan tamparan keras bagi partai politik pengusung, pasangan calon, jajaran Bawaslu, maupun pemilih. Semestinya semua pihak harus bisa saling mengingatkan untuk menahan diri dan juga mencegah berbagai upaya dan tindakan untuk melakukan pratik pembelian suara dalam proses pemilihan," kata Titi kepada Media Indonesia, Rabu (14/5).
Perlu Beri Efek Jera?
Ia meminta Bawaslu Kalimatan Tengah melakukan evaluasi mendasar atas putusan MK tersebut untuk memperbaiki kinerja. Sejatinya, sambung Titi, putusan itu menekankan ketidakmampuan Bawaslu Kalimantan Tengah untuk menggunakan kewenangannya secara optimal dan kontekstual dalam menangani laporan pelanggaran administratif politik uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif pada saat pelaksanaan PSU.
Menurutnya, putusan MK itu juga harus menjadi efek jera bagi semua pihak yang terlibat dalam kontestasi pemilihan agar tidak mencoba-coba dan tergoda untuk melakukan perbuatan ilegal dalam pembelian suara. Di sisi lain, pemilih juga diingatkan soal sikap permisif selama ini yang menerima suap politik uang.
"Ini bisa berdampak buruk bagi masa depan daerah karena PSU bisa terjadi berkali-kali. Pemilih yang transaksional ikut berkontribusi merugikan keuangan daerah," terangnya.
Putusan Radikal?
Kendati demikian, Titi berpendapat MK dapat menjatuhkan putusan yang lebih radikal lagi dalam perkara sengketa hasil Pilkada Barito Utara 2024 jika ingin memberikan efek jera bagi partai politik. Alih-alih dengan komposisi partai dan gabungan partai yang sama, MK dapat memerintahkan agar pencalonan dilakukan dengan skema partai pengusung yang dikocok ulang.
Tujuannya, agar PSU ulang tidak dihantui oleh residu polarisasi dari penyelenggaraan pencalonan pilkada sebelumnya. Selain itu, mekanisme kocok ulang partai pengusung juga diperlukan dalam rangka mencairkan ketegangan kontestasi yang sebelumnya berujung diskualifikasi pasangan calon. (Tri/P-3)