
DALAM pernyataan beberapa waktu lalu Presiden Prabowo menjelaskan bahwa di tengah ketidakpastian global akibat perang dagang berupa kebijakan tarif Trump, aksi balasan serta anjloknya bursa saham dunia, pemerintah memiliki komitmen untuk menjaga ketersediaan lapangan kerja dan harga-harga kebutuhan pokok. Pernyataan senada beliau tekankan kembali di peringatan Hari Buruh Internasional. Sikap kepala negara yang mengedepankan kepentingan nasional tersebut merupakan usaha untuk menjaga keseimbangan faktor domestik dan global sebagai suatu kebijakan geopolitik negara (Guiora, 2014). Kepemimpinan beliau telah menunjukkan sikap politik luar negeri bebas aktif yang adaptif dimulai dari joint statement dengan Tiongkok sebagai usaha meredam konflik di kawasan serta bergabungnya Indonesia dengan BRICS sebagai bentuk respon terhadap situasi geo-ekonomi kontemporer.
Konsepsi geopolitik yang tertuang dalam Wawasan Nusantara memandang kesatuan tanah-air dan rakyat. Untuk mempertahankan hal ini lahirlah konsepsi geostrategi: ketahanan nasional yang berdasarkan Asta Gatra yaitu Geografi, Demografi, Sumber Kekayaan Alam, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya dan Pertahanan-Keamanan. Di mana seluruh faktor kekuatan bangsa yang terangkum digunakan untuk keselamatan bangsa, sesuai pembukaan UUD 1945 yaitu, "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial." Maka faktor kedaulatan atau keamanan merupakan faktor yang hand-in-hand tak terpisahkan dengan faktor kesejahteraan. Situasi geopolitik internasional yang bisa mengilustrasikan hal ini adalah konflik di Ukraina di mana contest of military power beriringan dengan contest of economic power.
Bung Karno pada tahun 1960 di hadapan Sidang Umum PBB menjelaskan, Pancasila merupakan esensi dari ribuan tahun peradaban Indonesia. Pancasila sendiri apabila ditelisik lebih dalam merupakan nilai-nilai masyarakat adat Nusantara (Kartohadiprodjo, 2010), yang disatukan oleh sejarah sebagai suatu negara-bangsa dengan corak mendahulukan nilai-nilai spiritualisme dibandingkan materialisme, komunalisme dibandingkan individualisme, dan kehalusan rasa-perasaan dibandingkan sekadar rasionalisme (Brotosusilo, 2010).
Dalam praktek kenegaraan di Indonesia, Benedict Anderson dalam studinya membuktikan bahwa perspektif bangsa Indonesia terhadap kekuasaan bertolak-belakang dengan nilai-nilai Barat, apabila di Barat melihat kekuasaan memiliki sumber yang heterogen, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa sumber kekuasaan adalah Satu (Anderson, 2006). Hal ini jelas dan tegas tergambar dalam konsepsi kenegaraan Nusantara sejak masa lampau hingga Indonesia modern. Pada masa kini, pembukaan UUD 1945 menjelaskan, "Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan". Jelas di sini bahwa Permusyawaratan Perwakilan sebagai manifestasi dari pembentukan hukum berasal dari rakyat, namun harus dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan yang bersumber dari keyakinan pada Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam suatu dokumen asli Nusantara, Serat Sasangka Jati memiliki konsepsi Hasta Sila atau delapan prinsip yang dapat membawa harmoni kehidupan bermasyarakat apabila manusia memahami tugasnya sebagai hamba Tuhan sebagai satu-kesatuan anggota masyarakat (Soepandji, 2022).
Presiden Prabowo Subianto telah dipilih oleh mayoritas bangsa Indonesia dalam pesta demokrasi tahun lalu, hal yang menarik adalah beliau memiliki Asta Cita. Dalam konsepsi ini beliau adalah satu-satunya calon yang secara tegas menyebutkan Pancasila bersanding dengan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Dengan demikian makna demokrasi dan HAM bukanlah bertolak-ukur pada konsepsi Barat. Demokrasi Indonesia bukanlah sekuler, namun demokrasi kerakyatan yang didasarkan pada kesadaran-kolektif sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Kemudian HAM Indonesia bukanlah didasarkan pada individualisme namun pada kesadaran sebagai satu kesatuan bangsa. Oleh sebab itu tidak mengherankan Presiden pertama-tama melakukan konsolidasi pimpinan dari tingkat nasional hingga daerah kemudian reposisi anggaran agar prioritas sumber daya nasional dimobilisir untuk kepentingan nasional. Dengan demikian cita-cita pertumbuhan 8% untuk memberikan kesejahteraan rakyat yang merata bisa diwujudkan.
Fenomena industri padat karya yang gulung tikar, contohnya fenomena PHK 10 ribu orang baru baru ini, merupakan tantangan yang dapat berdampak pada kestabilan nasional. Oleh sebab itu negara memiliki kewenangan untuk menjaga industri nasional padat karya agar tetap beroperasi guna menopang kehidupan masyarakat untuk menjaga pendapatan negara. Sebagai negara berpenduduk hampir 300 juta jiwa memiliki standar jenis lapangan pekerjaan dan standar tenaga kerja – maka industri yang menghidupi jutaan orang harus dikembangkan apalagi di tengah tekanan ekonomi global saat ini. Industri Pangan, Industri Kelapa Sawit dan Industri Hasil Tembakau adalah contoh industri yang memiliki rantai pasokan domestik hingga daya saing perdagangan luar negeri yang kuat. Industri prioritas nasional tersebut kerap dianggap memiliki eksternalitas negatif terhadap lingkungan hidup ataupun kesehatan.
Untuk kepentingan jangka panjang eksternalitas negatif perlu dimitigasi dengan bijaksana sehingga seluruh rantai nilai industri prioritas tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat dan memberi kemampuan negara untuk menyediakan public goods, seperti, ketersediaan pangan, kemandirian industri pertahanan, pendidikan berkualitas serta kesehatan masyarakat. Munculnya Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan merupakan wujud nyata dari komitmen ini. Inilah bukti bahwa Indonesia mandiri dalam menentukan kebijakannya.
Sejarah Indonesia telah menunjukkan bahwa tidak ada dikotomi sipil-militer melainkan hanyalah pembagian tugas sedangkan rasa-perasaan pengabdian tetaplah satu. Contohnya saat pimpinan politik Indonesia ditawan oleh agresor, Tentara Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Jenderal Sudirman tetap berjuang hingga agresor tunduk ke meja perundingan. Secara rasional saat pimpinan politik ditawan, militer akan tunduk, tetapi karena tentara nasional adalah pejuang yang rasa-perasaannya menyatu dengan rakyat maka kemerdekaan dapat dipertahankan (Sjamsoeddin, 2023). Oleh sebab itu aspek kedaulatan bangsa Indonesia merupakan tanggung-jawab seluruh rakyat, sehingga seluruh rakyat perlu memiliki keinginan kuat untuk membangun dirinya sesuai dengan tugasnya (profesionalisme) melalui pendidikan, penugasan dan pengembangan diri hingga mampu berjuang di bawah tekanan tinggi (Sjamsoeddin, 2024). Faktor kedaulatan dengan kesejahteraan memiliki hubungan yang tak terpisahkan sehingga performa unggul bangsa Indonesia dalam kompetisi rantai pasok global akan membawa insentif kesejahteraan menyeluruh. Institusi pendidikan dari dasar hingga tinggi perlu menyiapkan bangsa Indonesia untuk menyadari perannya dalam mempertahankan nilai-nilai Pancasila sebagai identitas bangsa, sebab institusi pendidikan merupakan benteng geo-kultural bangsa (Joesoef, 2014).
Ketatanegaraan berlandaskan filosofi Nusantara sebagai jati diri bangsa harus diyakini mampu menghadapi ketidakpastian akibat perang dagang. Dalam menghadapi berbagai dinamika, Presiden telah menyatakan komitmennya memperkuat ekonomi nasional salah satunya dengan deregulasi guna meningkatkan daya saing hingga berdialog dengan para pihak-pihak terutama sesama bangsa Indonesia, dengan "kunci mengedepankan kerukunan". Pernyataan ini konsisten dengan nilai Pancasila yang mengedepankan musyawarah mufakat. Oleh sebab itu hanyalah dengan dialog yang berlandaskan filosofi kenegaraan Nusantara maka amanat Pembukaan UUD 1945 dapat diwujudkan.