
PENGAMAT pendidikan sekaligus CEO Jurusanku, Ina Liem mengatakan bahwa penurunan Indeks Perkembangan Anak Usia Dini atau Early Childhood Development Index (ECDI) Indonesia dari 2018 ke 2024 tidak dapat langsung diartikan sebagai kemunduran.
“Kita harus berhati-hati karena indikator yang digunakan tidak sepenuhnya identik. Perubahan metodologi bisa mencerminkan penyempurnaan alat ukur, bukan semata-mata penurunan kualitas. Oleh karena itu, interpretasi terhadap data ini perlu konteks dan kehati-hatian,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (14/5).
Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan program Makan Bergizi Gratis, menurut Ina Liem hal itu berpotensi memberi kontribusi positif terhadap peningkatan indeks ini. Pasalnya gizi yang baik di usia dini adalah fondasi bagi tumbuh kembang anak, baik dari sisi kognitif maupun fisik.
“Namun demikian, saya memandang bahwa dalam merancang kebijakan seperti ini, kita perlu menghindari pendekatan one-size-fits-all secara nasional. Indonesia sangat beragam, baik secara geografis, demografis, maupun tingkat urgensi isu di tiap daerah. Pelaksanaan program berskala besar seperti ini akan memerlukan anggaran yang luar biasa besar, sehingga efektivitas dan efisiensinya harus dijamin melalui perencanaan yang berbasis data,” tegas Ina Liem.
Untuk itu, dia mendorong agar data indeks ini dapat dirinci secara lebih granular, minimal per provinsi atau bahkan per kabupaten/kota.
“Dengan begitu, kepala daerah dapat memiliki target yang lebih relevan dengan kondisi wilayahnya. Di sisi lain, kita juga bisa membangun peta nasional yang menunjukkan wilayah mana yang paling membutuhkan intervensi, sehingga kebijakan menjadi lebih adaptif, tepat sasaran, dan berdampak nyata,” tandasnya.(H-2)