Pemimpin Arab Tolak Rencana Trump, Bahas Masa Depan Gaza di Riyadh

3 weeks ago 13
Web Liputan News Petang Akurat Terbaik
Pemimpin Arab Tolak Rencana Trump, Bahas Masa Depan Gaza di Riyadh Tujuh pemimpin negara Arab berkumpul di Riyadh, Arab Saudi, untuk merumuskan rencana masa depan Gaza sebagai respons terhadap proposal kontroversial Donald Trump.(X @RHCJO)

PARA pemimpin tujuh negara Arab mengadakan pembicaraan di Arab Saudi untuk merumuskan rencana masa depan Gaza.

Pertemuan pada Jumat di Riyadh itu dimaksudkan sebagai tanggapan terhadap rencana yang diajukan Presiden AS Donald Trump, yang mengusulkan agar AS "mengambil alih" Gaza, secara permanen memaksa penduduknya keluar, dan mengubah wilayah Palestina tersebut menjadi "Riviera" di Timur Tengah.

Para pemimpin Arab dengan tegas menolak usulan Trump, menyatakan rencana tersebut mengabaikan upaya selama puluhan tahun menuju penentuan nasib sendiri bagi Palestina, merampas hak-hak penduduk Gaza, dan akan memperpanjang siklus kekerasan di kawasan.

Mereka berharap dapat menyusun rencana alternatif dengan dukungan bersama untuk dipresentasikan pada pertemuan Liga Arab di Kairo, Mesir, pada 4 Maret mendatang.

Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menjadi tuan rumah pertemuan di Riyadh, yang dihadiri Raja Yordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Emir Kuwait Sheikh Meshal al-Ahmad Al Sabah, dan Putra Mahkota Bahrain Salman bin Hamad Al Khalifa.

Hingga Jumat, belum ada laporan resmi yang dirilis negara-negara yang terlibat dalam pertemuan tersebut, dan belum jelas apakah ada kesepakatan mengenai rincian rencana tersebut.

Mencari ‘Front Bersatu’

Melaporkan dari Riyadh, koresponden Al Jazeera, Hashem Ahelbarra, mengatakan pertemuan Jumat itu dimulai dengan presentasi rencana rekonstruksi yang dikembangkan Mesir, yang diproyeksikan menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata tiga tahap antara Hamas dan Israel.

Sejauh ini, hanya tahap pertama dari kesepakatan tersebut yang telah disetujui, yakni penghentian sementara pertempuran dan pertukaran tahanan. Tahap kedua akan mencakup penghentian pertempuran sepenuhnya, sementara tahap ketiga bertujuan untuk membangun kembali Gaza yang hancur.

Ahelbarra menjelaskan para pemimpin Arab berharap dapat mengembangkan rencana Mesir sebelum pertemuan di Kairo, sehingga mereka dapat “menunjukkan front bersatu dengan proposal baru yang lebih mudah diterima Amerika Serikat dan komunitas internasional.”

"Kita berbicara tentang hal-hal yang sangat sulit dan dapat membentuk seluruh kawasan selama bertahun-tahun ke depan," katanya.

Masih ada pertanyaan yang belum terjawab terkait pendanaan rekonstruksi dalam rencana yang dipimpin oleh negara-negara Arab. Awal pekan ini, Bank Dunia, PBB, dan Uni Eropa memperkirakan biaya rekonstruksi Gaza mencapai lebih dari US$53 miliar, termasuk US$20 miliar dalam tiga tahun pertama.

Setiap rencana rekonstruksi juga berkaitan dengan pertanyaan yang lebih luas mengenai kendali politik dan keamanan Gaza setelah perang berakhir, ujar Ahelbarra.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, mantan Asisten Menteri Luar Negeri Mesir, Hussein Haridy, mengatakan pertemuan tersebut berlangsung pada “momen krusial bagi Palestina dan negara-negara Arab.”

"Izinkan saya mengutip William Shakespeare: ini adalah ‘to be, or not to be’ bagi dunia Arab hari ini," katanya.

"Sebab jika rencana Trump yang berlaku, maka itu akan menjadi akhir dari perjuangan—perjuangan Arab dan Palestina—yang telah berlangsung selama tujuh dekade."

Israel dan banyak sekutu Baratnya menolak kemungkinan Hamas tetap berkuasa di Gaza setelah perang. Israel juga menolak Otoritas Palestina mengambil alih Gaza, meskipun ada lebih banyak dukungan dari komunitas internasional untuk opsi tersebut.

Para pengamat menilai kebutuhan mendesak untuk mencapai kesepakatan sangat terasa bagi Mesir dan Yordania, yang berada di bawah tekanan dari Trump untuk menerima pengungsi Palestina dalam jumlah besar.

Presiden AS mengancam akan menahan ratusan juta dolar bantuan jika mereka tidak mematuhi. Kedua negara tersebut telah menolak skema tersebut.

Alternatif untuk Trump

Kairo sendiri belum merilis secara resmi rencana rekonstruksinya. Namun, mantan diplomat Mesir, Mohamed Hegazy, sebelumnya menguraikan rencana dalam “tiga fase teknis selama periode tiga hingga lima tahun.”

Fase pertama selama enam bulan akan berfokus pada "pemulihan awal" dan pembersihan puing-puing, katanya.

Fase kedua akan melibatkan konferensi internasional untuk menyusun rencana rinci dalam memulihkan infrastruktur dan membangun kembali Gaza.

Fase terakhir akan mencakup penyediaan perumahan dan layanan serta pembentukan "jalur politik untuk menerapkan solusi dua negara," katanya, merujuk pada pembentukan negara Palestina di masa depan.

Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Abdulaziz al-Ghashian, direktur penelitian di Observer Research Foundation Middle East yang berbasis di Riyadh, mengatakan bahwa semua negara yang terlibat dalam pertemuan Jumat itu sedang menentukan cara merespons “pemerintahan di Amerika Serikat yang tampaknya bangga mendukung [Perdana Menteri Israel Benjamin] Netanyahu secara membabi buta.”

"Dan kita memiliki seorang perdana menteri di Israel yang sedang menguji batasnya dan memaksimalkan upayanya," katanya.

Al-Ghashian menegaskan bahwa rencana yang dipimpin oleh negara-negara Arab tidak dapat memisahkan antara ekonomi, politik, dan keamanan, termasuk jalur menuju penentuan nasib sendiri bagi Palestina.

"Kenyataannya adalah, semua aspek ini sangat saling terkait," katanya. "Dan kita harus mulai berpikir tentang hal ini dengan cara yang lebih terpadu dan sinergis." (Al Jazeera/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |