
CALON presiden Korea Selatan Lee Jae-myung dari Partai Demokrat diprediksi unggul dalam Pemilu yang digelar pada Selasa (3/6). Rakyat mengikuti pemungutan suara yang digelar tepat enam bulan setelah mantan Presiden Yoon Suk-yeol menimbulkan kekacauan politik akibat deklarasi darurat militer yang kontroversial.
Pemungutan suara berlangsung dari pukul 06.00 waktu setempat (04.00 WIB) hingga pukul 20.00 (18.00 WIB) di 14.295 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di berbagai penjuru negara itu.
Setelah berbulan-bulan mengalami instabilitas politik dan kepemimpinan interim yang silih berganti, masyarakat Korsel berharap pemilu akan menjadi titik balik menuju stabilitas nasional.
Pemungutan suara awal telah dilakukan pada 29 dan 30 Mei. Dari 44 juta lebih pemilih yang memenuhi syarat, 34,74% telah memberikan suara mereka lebih dahulu
Menurut survei Gallup, kandidat dari kubu liberal Lee Jae-myung dari Partai Demokrat unggul dengan dukungan 49% responden. Sementara itu, Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang konservatif tertinggal dengan 35% suara.
Ada tujuh calon presiden yang bersaing, berebut 44.39 juta suara pemilih. Namun, hanya dua kandidat yang benar-benar bersaing ketat, sedangkan calon yang lain dianggap sebagai pemecah suara. Lee Jae-myung dan Kim Moon-soo mengawali karier politik sebagai aktivis buruh.
Dalam janji kampanyenya, Lee kerap mengumbar program stimulus ekonomi untuk industri domestik, menghapus hak veto presiden dalam jerat pidana yang melibatkan presiden dan keluarganya, berhati-hati merespons tarif dagang Presiden AS Donald Trump, serta berjanji memulihkan hubungan dengan Korea Utara.
Sementara itu, Kim berupaya merampingkan regulasi berbelit di sektor industri, menghapus imunitas hakim dan jaksa dari jerat hukum, mendorong pertemuan segera dengan gedung putih guna membahas tarif resiprokal dan konsisten menjaga jarak dengan Korea Utara.
Tantangan besar
Presiden terpilih akan segera dilantik tanpa masa transisi yang panjang. Ia akan langsung menghadapi berbagai tantangan besar, mulai dari fluktuasi perdagangan global yang memengaruhi ekonomi berbasis ekspor, tingkat kelahiran yang sangat rendah, hingga ancaman dari Korea Utara yang terus memperkuat kekuatan militernya.
Namun, dampak dari keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer—yang menyebabkan Korsel tidak memiliki pemimpin efektif tetap menjadi isu utama di benak para pemilih. Ada anggapan kuat di kalangan pemilih terkait langkah Yoon ketika mengeluarkan dekrit darurat sebagai tindakan yang mirip masa kediktatoran dulu.
“Saya memilih hari ini untuk membangun negara yang baru,” ujar Park Dong-shin (79) kepada AFP.
Salah seorang pemilih, Choi Sung-wook, 68, mengatakan ia memilih Lee karena latar belakang masa kecilnya yang penuh kesulitan.
“Itu akan memengaruhi cara dia melayani rakyat. Saya dulu berharap banyak pada Yoon, tapi dia mengecewakan. Saya harap presiden berikutnya menciptakan suasana damai, bukan perang ideologi," ujarnya.
Mengalami kenaikan
Sejumlah pemilih lanjut usia juga sudah mengantre sejak pukul 06.00 pagi di TPS kawasan Munrae-dong, Seoul. Komisi Pemilihan Nasional Korea Selatan melaporkan tingkat partisipasi mencapai 62,1% pada tengah hari, termasuk pemilih awal dan pemilih luar negeri. Jumlah itu sedikit naik dari 61,3% pada pemilu sebelumnya.
Meskipun kampanye dilarang pada hari pemungutan suara, Lee Jae-myung sempat menulis di Facebook bahwa pemilu kali ini akan menunjukkan kekuatan rakyat Korea setelah masa krisis.
“Bagi banyak pemilih, pemilu kali ini menjadi semacam referendum terhadap pemerintahan sebelumnya,” jelas Kang Joo-hyun, dosen ilmu politik di Universitas Sookmyung.
Menurutnya, krisis darurat militer dan pemakzulan telah mengguncang pemilih moderat dan memecah basis konservatif.
Presiden terpilih harus menyelesaikan segudang pekerjaan terutama dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang terkontraksi imbas prahara politik tahun 2024. Pasalnya, Bank Sentral Korea baru-baru ini merevisi target pertumbuhan ekonomi 2025 dari 1,5% ke 0,8%.
Profesor Bidang Perdagangan dan Keuangan Universitas Yonsei, Ko Young-kyung berpendapat, pemimpin mendatang harus berani mereformasi kebijakan dalam dan luar negerinya demi pertumbuhan ekonomi.
Yoon menjadi presiden konservatif kedua berturut-turut yang dimakzulkan setelah Park Geun-hye pada 2017. Keputusannya mengerahkan tentara ke parlemen dalam deklarasi darurat militer menjadi pemicu utama pemakzulannya.
Sementara itu, upaya Kim Moon-soo untuk menyatukan suara konservatif dengan menarik kandidat pihak ketiga, Lee Jun-seok dari Partai Reformasi, tidak berhasil.
Tetap disiagakan
Meski kondisi di jalan-jalan Seoul relatif tenang dan masyarakat menikmati hari libur nasional dengan cuaca cerah, aparat kepolisian tetap disiagakan penuh untuk menjaga kelancaran jalannya pemilu.
Lee, kandidat liberal yang pernah menjadi korban percobaan pembunuhan tahun lalu, ketima masa kampanye kerap mengenakan rompi antipeluru dan berbicara di balik pelindung kaca.
Sementara itu, mantan Presiden Yoon dan istrinya, Kim Keon-hee, turut mencoblos di TPS dekat kediaman mereka, namun menolak menjawab pertanyaan media.
Dalam pemilu reguler, presiden baru biasanya menunggu masa transisi sebelum resmi menjabat. Namun, karena pemilu kali ini merupakan pemilu kilat, pemenang akan langsung dilantik setelah hasil resmi disahkan oleh komisi pemilihan nasional. (AFP/I-1)