
PEMERINTAH membeberkan alasannya baru menindaklanjuti perusahaan tambang nikel Raja Ampat, Papua Barat Daya, usai viral di media sosial.
Menteri Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengaku bahwa pemerintah sejak Januari 2025 sudah mengevaluasi Peraturan Presiden (Perpres) 5 tentang penertiban kawasan hutan termasuk pertambangan.
“Kami kerja marathon dan kita melakukan penataan banyak, jadi ini bukan atas dasar si A si B si C. Dan ini kan baru tahap pertama, dan kita lakukan lagi pada tahap berikutnya semuanya, jadi ini belum berakhir,” terang Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6).
Bahlil pun berjanji di masa mendatang pihaknya akan melakukan penataan untuk kebaikan rakyat dan bangsa.
Bahlil juga mengeklaim bahwa tidak ada dampak kerusakan lingkungan ihwal adanya perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Raja Ampat.
“Kalau lingkungan saya sudah tunjuk video dari 2025 gak ada lagi dari 4 perusahaan itu yang tidak berproduksi. Kenapa karena RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) nya gak ada,” ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi mencabut empat dari lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Raja Ampat, Papua Barat.
Hal itu diungkapkan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, usai rapat dengan Presiden Prabowo Subianto di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (20/6/2025).
"Atas petunjuk Bapak Presiden, Beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat," papar Prasetyo dalam konferensi pers.
Empat perusahaan yang memiliki IUP di Raja Ampat, yakni perusahaan PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dan PT Nurham, izin usaha pertambangannya dicabut oleh pemerintah.
Sementara PT Gag Nikel tak dicabut izin usaha pertambangannya. (H-3)