DI tengah gemuruh industri nikel global, PT Vale Indonesia Tbk ( PT Vale) berdiri sebagai pelopor hilirisasi nikel di Indonesia. Perjalanan panjang perusahaan ini dimulai sejak tahun 1920-an, ketika eksplorasi nikel pertama kali dilakukan. Tonggak penting terjadi pada tahun 1968, saat perusahaan tambang ini resmi menjadi PT International Nickel Indonesia (INCO) setelah menandatangani Kontrak Karya dengan pemerintah. Sejak saat itu, perusahaan ini telah berkomitmen untuk mengelola sumber daya mineral dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Dengan pabrik pengolahan yang beroperasi di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, sejak 1977, PT Vale telah menunjukkan dedikasinya terhadap hilirisasi berbasis energi terbarukan.
Menggunakan teknologi canggih seperti Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF), bijih nikel diolah menjadi nikel matte yang memiliki nilai tambah tinggi. Ini menjadikan perusahaan dengan kode emiten INCO ini sebagai contoh nyata pengelolaan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia. Kini, PT Vale, sebagai bagian dari MIND ID, melangkah lebih jauh dengan rencana ambisius untuk menggarap tiga proyek hilirisasi nikel baru.
Direktur Utama MIND ID, Maroef Sjamsoeddin, baru-baru ini mengumumkan investasi sebesar US$8,5 miliar atau sekitar Rp146,52 triliun untuk proyek-proyek ini.
“Kami mendorong inisiatif peningkatan kapasitas produksi produk hilirisasi nikel yang dapat memperkuat nilai tambah dan mempercepat transformasi industri ini,” ungkap Maroef.
Proyek-proyek strategis ini, yang mencakup Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, IGP Morowali, dan proyek HPAL Sorowako, diharapkan dapat menambah kapasitas produksi sebesar 240 ribu ton nikel per tahun dalam bentuk mixed hydroxide precipitate (MHP). Dengan target penyelesaian antara tahun 2026 hingga 2027, proyek ini diharapkan menjadi pilar penting dalam pengembangan industri nikel nasional.
Maroef optimistis bahwa peningkatan kapasitas ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan dampak positif bagi tenaga kerja dan penerimaan negara.
"Kami ingin memastikan peran MIND ID dalam pengelolaan PT Vale Indonesia mampu mendorong nilai tambah yang lebih besar serta memperkuat hilirisasi nikel di Indonesia,” tambahnya.
Sejalan dengan komitmen keberlanjutan, PT Vale terus memperkuat posisinya dengan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berlaku hingga 28 Desember 2035. Ini memberikan fondasi yang kuat untuk melanjutkan operasi dan kontribusi perusahaan terhadap industri nikel berkelanjutan di tanah air. Dalam konteks global yang semakin berfokus pada energi hijau, Indonesia hadir sebagai pemain utama dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Namun, untuk menjawab tuntutan transformasi industri berkelanjutan, keunggulan sumber daya alam harus didukung oleh transformasi teknologi dan pengetahuan.
Merespons tantangan ini, PT Vale telah menjalin kolaborasi strategis dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Huayou Indonesia. Melalui program edukasi transformasi teknologi dan Kelas Pengetahuan Hilirisasi Nikel, pusat unggulan ini akan memadukan riset aplikatif, pengembangan vokasi, dan inovasi industri.
"Transformasi industri harus dimulai dari transformasi pengetahuan dan teknologi. Kolaborasi ini adalah investasi jangka panjang untuk manusia, lingkungan, dan masa depan industri kita,” ujar Chief Project Officer PT Vale Muhammad Asril.
Optimisme terhadap hilirisasi nikel di Indonesia semakin menguat. Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, percaya bahwa PT Vale Indonesia dapat memainkan peran strategis dalam mendukung hilirisasi nikel.
“Kami yakin selama ini perusahaan cukup efisien dalam kegiatannya, ke depan akan semakin berkembang, apalagi jika didukung dengan regulasi yang memperhatikan aspek keberlanjutan dunia usaha,” katanya.
Dengan laporan tahunan yang menunjukkan pendapatan sebesar US$ 950,4 juta dan laba bersih sebesar US$ 57,8 juta, PT Vale Indonesia menunjukkan kinerja yang solid.
Hendra menekankan bahwa program hilirisasi ini akan berjalan optimal jika didukung oleh kebijakan yang tepat, yang dapat membantu industri dalam meminimalkan beban biaya operasional. Kehadiran proyek hilirisasi nikel di Indonesia, meskipun menghadapi tantangan, tetap menawarkan harapan bagi pengembangan ekonomi lokal.
Guru Besar Ilmu Keuangan Negara dan Ekonomi Publik Universitas Hasanuddin Hamid Paddu menekankan, bahwa hilirisasi adalah langkah strategis untuk memanfaatkan potensi komoditas yang melimpah.
“Dengan sumber daya yang ada, kita memiliki peluang untuk menjaga dan memanfaatkan kekayaan mineral kita,” ujarnya.
Meskipun ada kekhawatiran bahwa kehadiran tambang hanya akan menyentuh ekonomi lokal secara terbatas, namun ada potensi untuk menciptakan dampak yang lebih luas.
“Jika kita dapat menciptakan industri yang berkelanjutan di daerah tersebut, uang yang mereka hasilkan bisa berputar di ekonomi lokal,” tambah Hamid.
Dengan komitmen untuk mengembangkan industri hilirisasi yang tidak hanya berfokus pada penggalian sumber daya, tetapi juga pada penciptaan nilai tambah, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
“Semua ini memang membutuhkan waktu dan proses yang panjang, tetapi dengan langkah yang tepat, hilirisasi dapat menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional,” tutup Hamid Paddu. (LN/E-4)