Pasca-Pesawat Jatuh, Terkuak Lemahnya Sistem Pertahanan Udara Bangladesh

7 hours ago 5
Pasca-Pesawat Jatuh, Terkuak Lemahnya Sistem Pertahanan Udara Bangladesh Ilustrasi(AFP)

SEBERAPA amankah wilayah udara Bangladesh? Apakah militer sepenuhnya siap menghadapi jet tempur berkecepatan tinggi, rudal jelajah atau drone siluman?

Di tengah perubahan lanskap peperangan modern yang semakin mengandalkan dominasi udara, pertahanan udara telah menjadi tameng vital bagi kedaulatan suatu negara. 

Namun, Bangladesh dinilai belum memiliki sistem pertahanan udara yang memadai, terutama dalam menghadapi ancaman dari jet tempur, rudal jarak jauh, hingga drone siluman.

Letak geografis Bangladesh yang strategis di utara Teluk Benggala dan berbatasan langsung dengan Myanmar menempatkan negara ini dalam titik rawan geopolitik antara kekuatan regional India dan Tiongkok. Sayangnya, sistem pertahanan udara Bangladesh masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara-negara tetangganya.

Diakuisisi pada 2011

Sistem rudal jarak pendek FM-90 buatan Tiongkok, yang diakuisisi pada 2011, hingga kini masih menjadi andalan pertahanan darat Bangladesh. Walau efektif melawan helikopter dan drone, sistem ini dianggap tidak mampu menghadapi jet tempur modern atau rudal jelajah berkecepatan tinggi.

“Meskipun sistem pertahanan udara kita tidak sepenuhnya nol, itu hampir nol,” kata Purnawirawan Mayor Jenderal Fazle Elahi Akbar seperti dikutip Bonik Barta, Selasa (22/7).

“Teknologi yang kita gunakan sudah tertinggal jauh dari standar militer saat ini. Jika ada serangan besar-besaran, sistem kita tidak akan lebih kuat dari jaring laba-laba,” tambahnya.

Menurutnya, selama 16 tahun terakhir perhatian pemerintah justru lebih banyak pada citra kekuatan militer daripada pembangunan nyata. 

"Diplomasi tanpa pencegahan adalah nol. Begitu Anda punya kekuatan militer, dunia akan lebih menghargai Anda,” tegasnya.

Data militer menunjukkan Angkatan Udara Bangladesh mengoperasikan 44 pesawat tempur, sebagian besar merupakan varian lama seperti F-7 buatan Tiongkok dan MiG-29 era Soviet. Selain itu, terdapat 73 helikopter dan sejumlah pesawat latih Yak-130 yang juga digunakan untuk serangan ringan.

Dalam urusan drone, Bangladesh memiliki 44 unit, termasuk Bramor C4EYE buatan Slovenia dan enam unit Bayraktar TB2 dari Turki. 

Absennya sistem rudal

Di sisi maritim, Angkatan Laut memiliki dua kapal selam serang buatan Tiongkok, tujuh fregat, dan enam korvet yang berasal dari berbagai negara, termasuk AS dan Korea Selatan.

Namun, yang menjadi perhatian utama para analis adalah absennya sistem rudal jarak menengah dan jauh, serta radar canggih yang mampu mendeteksi ancaman lebih awal.

Wakil Marsekal Udara (Purn.) Mahmud Hussain menegaskan pentingnya dominasi udara dalam konflik masa kini. 

“Tak ada lagi negara yang mengerahkan pasukan darat besar-besaran. Semua terjadi di langit,” ujarnya. Dia menyoroti lemahnya pertahanan Iran dalam konflik melawan Israel sebagai bukti dampak minimnya sistem pertahanan udara.

“Sistem pertahanan udara Bangladesh minimal harus mampu menjangkau 200 mil laut dari batas wilayah. Rudal dan jet tempurnya pun harus canggih. Meski mahal, jika ada kemauan, itu bisa dicapai,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa Bangladesh juga harus mulai membina talenta di bidang teknologi militer.

Kekurangan industri pertahanan

Kekurangan industri pertahanan dalam negeri turut menjadi penghambat. “India dan Pakistan sudah membangun industri senjata mereka. Kita belum,” ujar Kolonel (Purn.) Muhammad Sohel Rana. 

Dia mendorong keterlibatan sektor swasta dan akademisi dalam membangun ekosistem pertahanan nasional.

Dia juga menyoroti bahwa meski Bangladesh berada di peringkat ke-37 dalam Indeks Kekuatan Global 2024 dan menjadi salah satu pengimpor senjata terbesar, modernisasi hanya menyentuh permukaan. 

“Kita harus belajar dari perang Rusia-Ukraina, Iran-Israel dan India-Pakistan. Pelajarannya jelas, tanpa sistem pertahanan udara yang modern dan terintegrasi, kita sangat rentan," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, sebuah pesawat tempur latih milik Angkatan Udara Bangladesh jatuh dan menabrak kompleks pendidikan Milestone School and College di kawasan Uttara, Dhaka, pada Senin (21/7), sekitar pukul 13.00 waktu setempat. 

Insiden itu mengakibatkan 20 korban jiwa, termasuk pilotnya. Informasi tersebut dikonfirmasi oleh pihak militer dalam pernyataan resmi.

Pesawat jenis F-7 BGI itu jatuh ketika siswa tengah mengikuti ujian dan kegiatan belajar-mengajar rutin di kampus tersebut. (Fer/I-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |