
INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyebut tata kelola program Makan Bergizi Gratis (MBG) masih berantakan. Hal itu dinyatakan setelah pemantauan yang dilakukan ICW di sejumlah sekolah di DKI Jakarta, selama dua pekan.
"Ada beberapa aspek distribusi, layanan, kemudian juga aspek transparansi, pengawasan dan sebagainya sebenernya itu masih sangat carut-marut. Misalnya calon perusahaan-perusahaannya, komposisi gizi dan lain sebagainya ternyata berbeda antar sekolah," kata Staf Divisi Riset ICW Eva Nurcahyani saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/4).
Lebih lanjut, ICW juga menemukan adanya perbedaan tempat makan di setiap sekolah. Hal itu memperlihatkan perbedaan metode klinis di setiap sekolah.
Selain itu, Eva menemukan adanya perbedaan distribusi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). SPPG merupakan pihak yang menjadi dapur umum tempat produksi makanan bergizi. Di lapangan, ditemukan adanya SPPG yang menjalin kontrak dengan pihak lain dan tidak dilaporkan.
"Seharusnya dari Badan Gizi Nasional (BGN) langsung ke SPPG, SPPG yang mengelola. Tetapi ada temuan, contohnya BGN ke SPPG, SPPG ternyata berkontak lagi kepada satu orang," katanya.
Eva juga menemukan harga per porsi makanan sebesar Rp15 ribu yang rinciannya ialah Rp7 ribu untuk operasional dan Rp8 ribu untuk makanan yang dimasak. Eva mengaku belum bisa memastikan adanya perbedaan harga per porsi makanan bergizi gratis tersebut. "Untuk itu kami belum bisa menggali lebih lanjut karena ada beberapa SPPG yang bisa digali, ada yang tidak," katanya.
Lebih lanjut, Eva mengatakan pihaknya masih akan melakukan pendalaman dan menerima aduan dari masyarakat terkait pelaksanaan MBG. Ia juga belum bisa memastikan apakah ada indikasi korupsi dalam program tersebut. Ia hanya berharap temuan ICW soal program MBG dapat dijalankan lebih baik oleh BGN.
"Harapannya dengan kita mengeluarkan mengeluarkan hasil pemantauan ini ya mereka bisa mendengar gitu ya, tapi kalau untuk konteks kita lapor ke Polri, ombudsman itu belum," pungkasnya. (M-1)