
PAKAR ekonomi-politik luar negeri Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HI UMY), Prof. Faris Al-Fadhat, S.IP., M.A., Ph.D., mengatakan, ekonomi perdagangan Indonesia masih akan bergantung baik pada Amerika Serikat (AS) maupun Tiongkok. Namun, Tiongkok diprediksi akan menjadi kekuatan dagang teratas di dunia dalam 10 tahun ke depan, menggeser AS.
"Kebijakan tarif yang diberlakukan oleh AS ke berbagai negara ini merupakan upaya untuk menghalau pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang digadang-gadang akan menjadi negara adidaya ekonomi teratas dunia, pada tahun 2035," terang dia dalam sesi diskusi bertajuk “Trumpnomics & Pengaruhnya pada Ekonomi Politik Global”, Rabu pagi (23/4) di UMY.
AS dinilai belum siap memberikan posisi teratas bagi Cina. Kebijakan tarif ini adalah sebagai upaya untuk memperlambat perekonomian Tiongkok.
"Dengan menarik kembali negara-negara yang mesra dengan Tiongkok untuk balik ke gerbong AS melalui kebijakan tarif tadi,” terang Faris.
Di satu sisi, AS merupakan sponsor terbesar untuk IMF, World Bank, dan WTO. Di sisi lain, Tiongkok selama beberapa dekade hingga sekarang masih giat membangun kekuatan ekonomi melalui proyek mega infrastrukturnya, yakni AIIB (Asian Infrastructure Invesment Bank) dan BRI (Belt Road Initiative).
Menurut beberapa ahli ekonomi, Tiongkok pasti akan menggeser posisi nomor 1 AS sebagai kekuatan ekonomi dunia. Faris pun senada dengan pernyataan ini.
“Itu pasti (Tiongkok akan menggeser AS). Pertanyaan, kapan itu akan terjadi? Prediksinya 10 tahun ke depan,” kata Wakil Rektor bidang Pengembangan Universitas dan Al-Islam Kemuhammadiyahan UMY.
Faris juga menambahkan, perlunya menggandeng investor dari luar secara masif lagi demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 6 persen.
Pertumbuhan ekonomi terakhir Indonesia di angka 5,1 persen. 2 persennya didukung dari ekonomi domestik. Jika ingin menyentuh pertumbuhan di angka 6 persen, Indonesia membutuhkan setidaknya 4,6 persen dari total GDP untuk menaikkan 1 persen pertumbuhan ekonomi.
"Artinya, kita tidak bisa menambah investasi dari domestik, kita harus mengundang dari luar, utamanya dari AS dan Tiongkok,” tegas dia.
Sebelumnya, Presiden Tiongkok Xi Jin Ping, memperingatkan negara-negara yang lebih dekat dengan AS, khususnya negara-negara ASEAN. Xi Jin Ping mengatakan, AS perlahan meninggalkan ASEAN dan hanya Tiongkok yang peduli dengan ASEAN.
Bagi Faris, Indonesia tetaplah membutuhkan kedua negara tersebut sebagai kekuatan penopang ekonomi makro Indonesia. “Kita masih bergantung kepada AS dan juga Tiongkok. Tiongkok adalah negara mitra dagang terbesar bagi Indonesia, dengan 118 Miliar USD," terang dia.
Sementara itu, AS merupakan investor terbesar bagi Indonesia secara kumulatif, mulai dari perusahaan yang sudah hadir sejak 70 tahun yang lalu hingga sekarang. Berdagang dengan Tiongkok adalah nomor 1, sedangkan investasi dari AS juga nomor 1. (H-2)