
MENTERI Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanagara mengendus 17 perusahaan menjalankan kegiatan usaha tanpa izin resmi di kawasan Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Temuan ini diperoleh setelah kementeriannya melakukan peninjauan langsung ke wilayah tersebut.
“Sudah kami cek langsung, ada 17 perusahaan ilegal yang beroperasi di situ," ujarnya di Kantor Media Group News, Jakarta Barat, Rabu (7/5).
Meski tidak merinci nama-nama perusahaan tersebut, Iftitah mengatakan pemerintah tengah mengambil tindakan dan kasusnya sedang diproses di pengadilan. Pernyataan ini disampaikan dalam konteks penanganan relokasi warga terdampak proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Menurut Iftitah, permasalahan Rempang bukan semata soal sosial, tetapi juga terkait kepentingan pihak tertentu.
“Bukan hanya motif sosial. Ada pihak-pihak yang memang mendorong agar demonstrasi tetap terjadi di Rempang. Pertanyaannya, mengapa mereka ingin itu terus berlanjut?,” kata Politikus Partai Demokrat itu.
Iftitah mengaku dirinya telah berdiskusi dengan Kepala BP Batam/Wali Kota Batam Amsakar Achmad untuk mengusulkan pembentukan masyarakat hukum adat, guna memastikan perlindungan terhadap kampung-kampung tua yang memiliki nilai budaya dan sejarah.
“Kalau memang terbukti sebagai warisan budaya, kampung tua harus dilindungi," ucapnya.
Menteri Transmigrasi menyebut ada dua pendekatan. Pertama, pengakuan hak ulayat yang diwariskan secara turun-temurun dan tidak boleh diperjualbelikan. Kedua, pemberian hak tanah secara komunal agar jelas status hukumnya. Namun, lanjutnya, tantangan muncul dari sebagian warga yang menolak direlokasi.
Dia menegaskan sinergi lintas kementerian terus diperkuat guna memberikan kepastian hukum serta bentuk keberpihakan nyata kepada masyarakat lokal yang terdampak dalam proses transmigrasi.
"Oleh karena itu, kami aktif berinteraksi dengan masyarakat setempat untuk meyakinkan bahwa keberpihakan kami terhadap transmigrasi lokal itu sangat nyata sekali," pungkas Iftitah. (E-4)