
WARGA Korea Selatan mulai memberikan suara untuk memilih presiden baru. Pemilihan ini enam bulan setelah mantan pemimpin Yoon Suk Yeol mengguncang negara itu, dengan deklarasi darurat militer yang berujung pada kekacauan politik.
Sejumlah pemilih lanjut usia terlihat mengantre di tempat pemungutan suara di daerah Munrae-dong, Seoul, sejak pukul 6:00 pagi waktu setempat (2100 GMT) untuk memberikan suara ketika pemilihan dimulai.
“Kami datang paling awal dengan harapan calon kami terpilih, karena pemilihan presiden adalah yang paling penting,” kata Yu Bun-dol, 80, kepada AFP. Ia menambahkan ia memilih Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang konservatif — partai lama Yoon.
Jutaan orang telah memberikan suara dalam pemilihan mendadak ini, dengan lebih dari sepertiga dari total pemilih terdaftar melakukannya minggu lalu dalam dua hari pemungutan suara awal, menurut Komisi Pemilihan Nasional.
Seluruh jajak pendapat utama menunjukkan kandidat liberal Lee Jae-myung unggul jauh, dengan survei terbaru dari Gallup menunjukkan 49% responden menganggapnya sebagai kandidat terbaik.
Meskipun kampanye tidak diperbolehkan pada hari pemilihan, Lee tetap mengunggah pesan di Facebook bahwa pemilu kali ini akan “menunjukkan kekuatan rakyat Korea” setelah berbulan-bulan dilanda gejolak.
Kim Moon-soo dari PPP tertinggal dalam jajak pendapat dengan dukungan sebesar 35% menurut survei Gallup.
Krisis yang dipicu oleh deklarasi darurat militer — yang membuat Korea Selatan praktis tanpa pemimpin pada bulan-bulan pertama masa jabatan kedua Presiden AS Donald Trump — menjadi perhatian utama para pemilih, kata para pakar.
“Jajak pendapat menunjukkan bahwa pemilihan ini secara luas dipandang sebagai referendum terhadap pemerintahan sebelumnya,” kata Kang Joo-hyun, profesor ilmu politik di Universitas Wanita Sookmyung kepada AFP.
“Krisis darurat militer dan pemakzulan tidak hanya memengaruhi pemilih moderat, tetapi juga memecah basis pendukung konservatif.”
Pemakzulan Yoon atas upayanya memberlakukan darurat militer menjadikannya presiden konservatif kedua berturut-turut yang dicopot dari jabatannya, setelah Park Geun-hye pada 2017. Kandidat konservatif Kim juga gagal meyakinkan kandidat dari partai ketiga, Lee Jun-seok dari Partai Reformasi, untuk bersatu demi menghindari perpecahan suara di kubu kanan.
Pemilih Park Dong-shin, 79, mengatakan deklarasi darurat militer Yoon “adalah hal yang biasa terjadi di masa kediktatoran dulu di negara kita.” Ia mengatakan memilih kandidat yang dapat memastikan “mereka yang bertanggung jawab ditindak dengan semestinya.”
Titik Balik
Jalanan di Seoul tampak tenang saat warga menikmati cuaca cerah dan hari libur nasional, namun polisi tetap memberlakukan status siaga tertinggi dan mengerahkan ribuan personel untuk memastikan pemilu berlangsung lancar.
Presiden Korea Selatan menjabat satu periode selama lima tahun tanpa masa jabatan kedua.
Partai Demokrat yang dipimpin Lee sudah menguasai mayoritas parlemen. Para analis mengatakan basis konservatif yang terpecah akan kesulitan di kubu oposisi, kecuali mereka mampu menyelesaikan perpecahan internal.
“Politik konservatif dulunya identik dengan pemerintahan yang kompeten, tapi kini sulit untuk mengatakan bahwa mereka masih mampu,” kata Kang Won-taek, profesor ilmu politik di Universitas Nasional Seoul.
Dalam pemilu reguler, ada masa transisi selama beberapa bulan, dan masa jabatan presiden baru dimulai pada tengah malam setelah hari terakhir pendahulunya. Namun, dalam pemilu mendadak seperti ini, pemenang langsung menjabat sebagai presiden segera setelah Komisi Pemilihan Nasional mengesahkan hasil suara.
Setelah berbulan-bulan penuh gejolak dan kepemimpinan sementara yang silih berganti, banyak warga Korea Selatan yang ingin negara ini segera melangkah maju.
Sopir taksi Choi Sung-wook, 68, mengatakan ia memilih Lee yang berhaluan liberal, sebagian karena latar belakang masa kecil Lee yang miskin, yang menurutnya “akan sangat memengaruhi cara ia melayani rakyat.”
“Saya dulu pikir Yoon akan memimpin dengan baik, tapi dia justru mengkhianati rakyat. Saya berharap presiden berikutnya akan menciptakan suasana damai dan persatuan, bukan pertikaian ideologi.”
Tingkat partisipasi pemilih secara keseluruhan diperkirakan akan tinggi. “Fokusnya bukan pada apakah Lee akan menang, tetapi apakah ia bisa memperoleh lebih dari 50% suara,” kata Bae Kang-hoon, salah satu pendiri lembaga pemikir politik Valid.
“Jika ia berhasil, itu akan memberinya dorongan besar dalam mengatur pemerintahannya sebagai presiden.” (AFP/Z-2)