
KOORDINATOR Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar semua kasus suap pengaturan perkara di pengadilan yang diurus tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Zarof Ricar.
Ia mendorong agar terlebih dahulu diprioritaskan pada penyelidikan terhadap uang yang sudah dibendel-bendel dan diberi keterangan uang kasus yang akan dibelokkan.
“Itukan (uang Rp951 miliar yang ditemukan di rumah Zarof) dibendel-bendel sama Zarof. Ada yang Rp10 miliar, Rp20 miliar. Nah yang di atas Rp10 miliar pasti dia ingat pemberinya. Apalagi yang di atas Rp100 miliar (pasti ingat). Konon yang tertinggi Rp200 miliar,” kata Boyamin.
Uang-uang yang masih diingat pemberinya inilah, menurut Boyamin, bisa diprioritaskan penyidikannya. “Uang-uang ini bisa dilacak siapa yang membawa, kemudian dijadikan dollar di money changer mana, semua bisa dilacak,” ungkap Boyamin.
Ia mengatakan siapapun yang terlibat dalam kejahatan harus dibongkar. Jangankan yang menerima atau pemberi suap, orang yang turut membantu pun harus diproses hukum.
Untuk mengusut tuntas kasus-kasus yang menjadi bagian temuan uang Rp951 miliar ini, menurut Boyamin, sebaiknya dikerjakan Kejagung.
“Susah nanti (kalau dibagi penegak hukum lain). KPK sekarang jadi penonton masak dikasih bagian (ikut menyelidiki), nanti tambah kacau,” kata dia.
Kalau kepolisian, lanjut Boyamin, biar lebih fokus pada penegakan keamanan dan ketertiban masyarakat. KPK, kata dia, sebaiknya diperankan sebagai supervisi saja di kasus ini. Jika ada kendala atau hal-hal tertentu, mereka bisa mengambil alih kasusnya.
Boyamin menyambut baik langkah Kejaksaan yang menetapkan Zarof sebagai tersangka TPPU. Dengan penetapan Zarof sebagai tersangka TPPU, maka akan bisa dikejar pihak yang memberikan uang suap ke Zarof.
“Bukan hanya ditetapkan jadi tersangka gratifikasi. Kalau gratifikasi, bisa jadi, tidak bisa dikenai pencucian uang. Uang hasil gratifikasi hanya disita. Kalau TPPU, selain dirampas hartanya, orangnya juga dihukum. TPPU bisa kena penjara 10 tahun, 20 tahun, atau penjara seumur hidup. Kalau gratifikasi, hanya beberapa tahun,” papar Boyamin.
Selain itu, jika hanya gratifikasi seolah mereka yang memberi tidak perlu diusut karena seolah hanya memberi hadiah. Adapun kasus Zarof Ricar ini berkaitan dengan pembelokan perkara hukum. Ketika ada orang mau membayar mahal, memberi uang di atas Rp1 miliar, bisa dipastikan tujuannya untuk memenangkan perkara.
Karena itu, Boyamin tidak setuju jika para penegak hukum yang menerima uang hanya dikenakan pasal gratifikasi. "Semestinya mereka dikenai dengan pasal suap," pungkasnya. (H-2)