
MASYARAKAT Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung untuk menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian kredit oleh Bank DKI Jakarta dan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk (Sritex).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, sejauh ini penyidikan yang dilakukan Korps Adhyaksa sudah berjalan dengan baik. Penyidikan tersebut, sambungnya, merupakan langkah maju untuk membongkar alasan tutupnya Sritex karena pailit.
"Memang harus diusut tuntas itu. Dengan cara apa? Harus ditempeli atau digabung dengan pencucian uang," katanya kepada Media Indonesia, Rabu (4/6).
Penyidikan pencucian uang, sambung Boyamin, merupakan langkah penting untuk melihat aliran uang hasil pinjaman Sritex dari sejumlah bank pelat merah. Terlebih, sebelum terjadi pailit, Sritex sempat untung. Selain itu, penerapan pasal TPPU juga dibutuhkan untuk memberikan efek maksimal guna mengganti kerugian negara.
"Katanya hasil korupsi dibelikan tanah atau properti yang tidak produktif gitu, sehingga membuat makin rugi dan makin macet pinjamannya. Padahal semestinya pinjaman itu untuk menjalankan atau mengembangkan organisasi dari perusahaan. Nah itu yang kemudian perlu dilacak dengan pencucian uang," terang Boyamin.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, masalah kredit yang dialami Sritex harus dipahami secara holistik. Menurutnya, masalah pemberian pinjaman dari sejumlah bank kepada Sritex tidak dilakukan lewat verifikasi yang memadai.
"Seperti di Bank DKI, itu harus ada syaratnya dari sisi kesehatan investasi misalnya. Jadi perusahaan itu harus dalam kategori A, sehat. Sementara posisinya waktu itu kan (Sritex) sudah posisi B-," jelas Harli. (P-4)