
KOMITMEN Mahkamah Agung (MA) untuk berbenah dari sengkarut praktik pengurusan perkara yang melibatkan sejumlah hakim harus konsisten. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan segera menindaklanjuti rekomendasi Komisi Yudisial (KY) agar MA menjatuhkan sanksi terhadap salah satu hakim tingkat kasasi dalam sidang kasus pembunuhan dengan terdakwa Ronald Tannur.
Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengingatkan, KY hadir dalam ekosistem peradilan di Indonesia sebagai penjaga muruah dan martabat para hakim. Tugas utama KY, sambungnya, adalah mengawasi para hakim.
"Jadi kalau kemudian MA memang ingin berbenah, harus segera menindaklanjuti rekomendasi putusan KY," ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (20/5).
Sejalan dengan itu, Herdiansyah juga menyerukan agar penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menjadikan hasil rekomendasi KY sebagai pijakan mengembangkan kasus suap pengurusan perkara.
Sebelumnya, Jampidsus sudah mengusut dan menyeret orang-orang yang terlibat dalam pengurusan perkara vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya. Atas vonis bebas itu, jaksa penuntut umum menyatakan kasasi ke MA.
Majelis hakim tingkat kasasi pun mengoreksi putusan bebas itu menjadi pidana penjara 5 tahun. Namun, hakim ketua pada sidang kasasi, yakni Soesilo, mengajukan dissenting opinion atau perbedaan pendapat yang pada intinya setuju dengan vonis bebas dari PN Surabaya.
Adapun anggota majelis perkara kasasi Ronald Tannur di MA adalah Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Putusan kasasi terhadap Ronald Tannur diketok pada 22 Oktober 2024 lewat Putusan Nomor 1466 K/Pid/2024. KY sendiri merahasiakan identitas salah satu majelis hakim kasasi yang direkomendasikan untuk disanksi MA. (Tri/M-3)