
TINDAK pidana korupsi perbankan dan keuangan di Jawa Barat tergolong tinggi. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengaku telah menangani 41 bank yang dicabut izin usaha di Jawa Barat.
"Sebanyak 37 di antaranya merupakan fraud di dalamnya. Ada berbagai bentuk pelanggaran dan penyimpangannya," ujar Direktur Grup Ligitasi LPS, Sigit Sumarlan, saat membuka Sosialisasi dan FGD Tugas, Fungsi, Wewenang LPS Kepada Jaksa Penyidik dan Penuntut Umum Wilayah Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, di Bandung, Rabu (26/2).
Dia menambahkan dari keseluruhan bank tersebut, terdapat 15 perkara perdata, dengan kedudukan LPS sebagai penggugat sebanyak 6 kali. Nilai perkaranya mencapai sekitar Rp94 miliar.
Sementara itu, dalam ranah pidana, LPS telah melaporkan 3 dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pengurus Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Barat. Total nilai kerugian sekitar Rp142 miliar.
Jumlah ini, menurut Sigit, menunjukkan betapa pentingnya koordinasi yang erat antara LPS dan Kejaksaan khususnya di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam menangani berbagai persoalan hukum di sektor perbankan. Kerja sama ini bisa terus diperkuat agar pelaksanaan tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga semakin efektif.
Dia menambahkan, sebagai lembaga yang memiliki fungsi menjamin simpanan nasabah dan melakukan resolusi bank, LPS sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan hukum yang kompleks, termasuk di antaranya permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum yang sering muncul adalah tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh pengurus atau pemegang saham bank yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Permasalahan tersebut tidak hanya merugikan bank itu sendiri tetapi juga mengusik dan dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan.
"Sejak 2016, LPS telah melaksanakan kegiatan sosialisasi dan FGD dengan Kejaksaan. Ini untuk pertama kalinya, LPS telah memperluas cakupan kegiatan kepada jaksa penyidik dan penuntut umum untuk tindak pidana umum dan pidana khusus," paparnya.
Memprihatinkan
Pada kesempatan itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Katarina Endang Sarwestri mengakui kasus tindak pidana korupsi di sektor perbankan dan keuangan sudah memprihatinkan. Banyak bank yang seharusnya menyalurkan kredit ke masyarakat ternyata tidak sampai ke sasaran.
"Banyak kredit yang disalahgunakan, sehingga berakhir menjadi perkara tindak pidana korupsi. Ini membuat program pemerintah tidak sampai ke sasaran," jelasnya.
Dia mengakui FGD yang digelar LPS ini sangat penting bagi jaksa sebagai bekal untuk menangani perkara. Pasalnya, jaksa tidak bisa menguasai semua fungsi lembaga dan instusi.
"FGD seperti ini akan memberi wawasan yang sangat berarti bagi jaksa untuk menangani perkara korupsi atau perkara perbankan. Ini bisa mendorong jaksa membuat konstruksi hukum menjadi kuat dan penanganan perkara bisa baik," tandasnya.
Dia berharap, upaya LPS ini bisa memberi wawasan dan pemahaman kepada para jaksa, sehingga ke depan penanganan perkara perbankan, tindak pidana korupsi keuangan dan perbankan bisa lebih efektif dan efisien.
"Kita bersama berharap ke depan, tindak pidana perbankan dan keuangan bisa terus menurun, sehingga program pemerintah tepat sasaran," tegas Katrina.