
KOMISI XIII DPR RI mengunjungi Kantor Imigrasi Kelas I Bandung. Pada kesempatan itu, mereka meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat memfasilitasi atau meminjamkan aset gedung yang dimiliki untuk kantor wilayah Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Saat ini, Kementerian Hukum dan HAM telah dipecah menjadi tiga, yaitu Kementerian Hukum, Kementerian HAM, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
“Memang ini Kementerian baru, jadi tentunya belum ada kantor. Sekarang masih bersama-sama di Kemenkumham yang di Jalan Jakarta. Di bawah Kepemimpinan Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, kami berharap ada lahan atau gedung milik pemprov yang dapat digunakan untuk Kantor Wilayah Imigrasi dan Pemasyarakatan,” ungkap Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara.
Pada kesempatan itu, dia juga menyoroti terkait warga negara asing (WNA) yang melanggar keimigrasian, baik itu over stay maupun tidak memiliki izin tinggal menetap. Disarankan agar dilakukan pengetatan dalam pemberian visa kepada orang asing.
“Di situ kan ada record data, secara terpadu orang masuk di airport aja
sudah ada foto. Begitu foto, masuk di ruang data, kalau mereka buruan
Interpol misalnya, langsung keluar datanya. Tinggal memang security
datanya harus diperketat lagi untuk keamanan data itu,” terangnya.
Dewi juga menyinggung soal program Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa) dari Imigrasi untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Jabar. Di Jabar ada program Pimpasa, yang menghadirkan imigrasi di desa-desanya banyak pekerja migrannya.
Petugas memberi penerangan kepada masyarakat jangan tertipu dengan calo kerja, termasuk kewaspadaan tindak pidana perdagangan orang, buat anak yang masih berusia 14 tahun tapi dikeluarkan KTP-nya dengan umur 18 tahun.
Dewi mengakui saat ini kasus WNA nakal angkanya mengalami peningkatan. Di berbagai daerah di Indonesia. Ulah mereka tak jarang sudah di luar batasan hingga menimbulkan keresahan bagi warga sekitar. Kasus ini pun tak luput dari sorotan Komisi XIII DPR RI.
“Isu mengenai WNA nakal turut dibahas yang salah satunya terjadi karena masalah overstay hingga tidak memiliki izin menetap. Imigrasi di satu sisi, kita itu adalah pintu terdepan. Saat masuk, harus ada skrining, tapi juga harus mengawasi untuk menindak mereka yang overstay atau tidak ada izin,” terangnya.