Komisi II Sebut Pemilu Serentak Perlu Ditinjau Ulang

2 weeks ago 11
Komisi II Sebut Pemilu Serentak Perlu Ditinjau Ulang Ratusan kepala daerah terpilih di Pilkada 2024 berjalan berbaris dari Monas menuju Istana Negara untuk mengikuti upacara pelantikan(MI/Usman Iskandar)

ANGGOTA Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan Pemilu dan Pilkada serentak perlu ditinjau ulang. Ia menilai perlu dicari solusi terkait bagaimana pemilihan nantinya dilakukan, apakah pemilihan lokal atau Pilkada dan Pileg DPRD lebih dulu dilakukan di antara Pemilu nasional yakni Pilpres dan DPR. 

"Mungkin memang sudah dipikirkan ada Pemilu selang. Jadi Pemilu lokal itu dilaksanakan di antara dua Pemilu nasional. Tinggal nanti kita cari mana yang apakah tadi lokalnya itu cuman hanya legislatifnya saja atau bersamaan dengan kepala daerah nanti kita cari pertimbangan," kata Doli saat saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi II DPR RI, Rabu (26/2).

Doli mengaku juga masih memikirkan bagaimana Pilpres dan Pileg dapat dipisah. Ia mengatakan pemisahan Pilpres dan Pileg dilakukan agar dapat mendapatkan ambang batas pencalonan presiden yang tidak kedaluwarsa.

"Yang membuat saya masih penasaran adalah apakah masih mungkin Pilpres dan Pileg itu kita tetap pisah. Walaupun saya masih berputar otak ini gimana caranya? Karena begini, agak lucu ya penggunaan ambang batas calon presiden di tahun itu menggunakan basis dukungan lima tahun sebelumnya yang sebenarnya bisa jadi expired," kata Doli.

Selain itu, Doli juga menyoroti pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2024 pada hari yang sama, yakni 14 Februari. Ia menilai jarak antara presiden terpilih dengan dilantik itu cukup jauh. Adapun, presiden terpilih dilantik pada Oktober 2024.

"Itu lamanya luar biasa delapan bulan. Syukur-syukur kalau yang terpilih itu nyambung dengan visi presiden sebelumnya. Kalau gak nyambung delapan bulan itu akan menjadi problem. Semua birokrat itu bingung mau ikut yang mana kita punya dua presiden yang cukup lama satu presiden existing, satu presiden terpilih," ungkapnya. 

Lebih lanjut, Doli menilai pelaksanaan Pilpres dan Pileg yang ideal berkaca pada Pemilu 2004. Saat itu, Pileg digelar pada April dan Pilpres pada Juli.

"Kalau ada putaran kedua itu bulan September atau Oktober dilantik presiden yang baru. Nah, tapi sekali lagi putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengakomodir itu makanya kira-kira ada enggak gitu cara lain," katanya.

Sebelumnya, Pakar hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini mengusulkan penyelenggaraan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan legislatif (Pileg) nasional diberi jeda dua tahun dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pileg tingkat daerah.

Titi mengatakan Pilpres dan Pileg nasional digelar 2029. Sedangkan Pilkada dan Pileg daerah digelar 2031.

"Pelaksanaan Pemilu serentak nasional memilih DPR, DPD dan presiden dimulai tahun 2029, dan pemilu serentak lokal memilih DPRD dan kepala daerah dimulai tahun 2031, jeda 2 tahun. Baru kemudian 2032 seleksi serentak penyelenggara Pemilu dilakukan," kata Titi saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi II DPR RI, Rabu (26/2).

Titi mengatakan usulan tersebut berkaca pada pelaksanaan Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak pada 2024 yang membuat penyelenggara Pemilu memiliki beban yang berat. Selain itu, Pemilu serentak pada 2024 juga berpengaruh pada fokus peserta dan masyarakat.

"Pilkada di tahun yang sama dengan Pileg dan Pilpres, beban berat akibat himpitan tahapan Pemilu dan Pilkada. Mengganggu profesionalitas penyelenggara, fokus peserta, serta konsentrasi dan orientasi masyarakat atas proses Pemilu dan Pilkada," ujarnya. (M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |