
Ketua DPR RI Puan Maharani buka suara terkait ditangkapnya tiga hakim terkait vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Puan mengatakan perlunya dilakukan evaluasi pada tubuh peradilan, khususnya terhadap para hakim.
Selain itu, Puan meminta integritas hakim juga dibenahi agar kejadian serupa tak terulang di kemudian hari.
Ya sebaiknya dievaluasi bagaimana kemudian integritas dari para penegak hukum untuk bisa ya dibenahi," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/4).
Sebelumnya, tiga hakim, yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Mereka bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara dari tiga korporasi; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan awalnya Arif menerima uang Rp60 miliar dari Ariyanto selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut. Arif kemudian menunjuk Majelis Hakim untuk menangani perkara tersebut, yakni Djuyamto (DJU) sebagai Ketua Majelis Hakim, Ali Muhtarom (AM) sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin (ASB) sebagai Hakim Anggota.
Saat terbit surat penetapan sidang terbit, Arif memanggil Djuyamto dan Agam dan memberikan sejumlah uang. Arif meminta Djuyamto dan Agam untuk membacakan vonis lepas dalam kasus yang menyeret tiga terdakwa, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
"Muhammad Arif nuryanto memberikan uang dollar bila di kurskan ke dalam rupiah senilai Rp4 miliar 500 juta, di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara," kata Qohar saat konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4).
Uang sebesar Rp4,5 miliar kemudian dibagi rata kepada Djuyamto, Ali, dan Agam. Lalu, sekitar September atau Oktober 2024, Arif kembali memberikan uang sebesar Rp18 miliar kepada Djuyamto dalam bentuk USD.
"Porsi pembagian sebagai berikut, untuk ASB menerima uang dollar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp4,5 miliar, kemudian DJU menerima uang dollar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp6 miliar, dan AM menerima uang berupa dollar Amerika jika disetarakan rupiah sebesar Rp5 miliar," jelas Qohar.
Qohar mengatakan ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari pemberian uang tersebut agar perkara diputus onslag. Hal tersebut dibuktikan ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng diputus onslag oleh majelis hakim.
Diketahui, Kejagung sebelumnya menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus suap perkara vonis lepas korupsi CPO ini, yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak Rp60 miliar.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa. Putusan ini berbanding jauh dari tuntutan jaksa, yakni denda dan uang pengganti kerugian negara hingga Rp17 triliun.(Faj/P-1)