Kerja Sama Pertahanan Indonesia - Tiongkok Masih Jadi Tantangan

2 weeks ago 15
Kerja Sama Pertahanan Indonesia - Tiongkok Masih Jadi Tantangan Kerja Sama Pertahanan Indonesia - Tiongkok(Antara)

Hubungan pertahanan antara Indonesia dan Tiongkok masih menjadi perdebatan. Meskipun kedua negara telah menjalin kerja sama di berbagai bidang, aspek pertahanan tetap menjadi titik lemah dalam hubungan bilateral ini.

Beberapa pakar menilai bahwa kerja sama ini bisa menjadi peluang strategis bagi Indonesia, sementara yang lain melihatnya sebagai potensi ancaman yang harus diantisipasi.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave A. F. Laksono, mengungkapkan bahwa kerja sama pertahanan masih menjadi aspek paling lemah dalam hubungan bilateral Indonesia-Tiongkok. Menurutnya, meskipun Indonesia menyambut baik kerja sama dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, situasinya berbeda ketika menyangkut isu pertahanan.

Politisi Partai Golkar tersebut menjelaskan beberapa hambatan utama dalam kerja sama pertahanan antara kedua negara.

"Salah satu kendala utama adalah sikap konfrontatif Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan (LTS), serta respons tegas Indonesia terhadap kapal-kapal ikan ilegal dan sub-marine drone Tiongkok. Ketegangan di wilayah tersebut menjadi alasan bagi Indonesia untuk menghentikan latihan militer Sharp Knife dengan Tiongkok pada 2015," ugkap Dave di seminar publik yang diadakan Prodi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Republik Indonesia, Kamis (27/2).

Selain itu, Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Indonesia lebih banyak berasal dari negara-negara Barat yang berafiliasi dengan NATO, sementara Tiongkok dan Rusia bersikap anti terhadap aliansi tersebut. Faktor sejarah juga turut membentuk persepsi yang kurang positif terhadap Tiongkok di Indonesia.

Risiko Kerja Sama Pertahanan dengan Tiongkok

Dave juga mengungkapkan beberapa potensi risiko dalam menjalin kerja sama pertahanan dengan Tiongkok. Salah satunya adalah meningkatnya ketegangan dengan negara Barat, yang melihat Tiongkok sebagai ancaman strategis.

Risiko lainnya adalah potensi kontrol dan pengaruh Tiongkok terhadap kebijakan strategis Indonesia, meskipun hingga saat ini hal tersebut belum terjadi.

“Asimetri keuntungan juga menjadi perhatian. Ada anggapan bahwa Tiongkok bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan strategis dibandingkan Indonesia, baik dari segi ekonomi maupun militer,” jelasnya. Salah satu contoh yang dikhawatirkan adalah potensi ancaman terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), terutama di sekitar Sulawesi, yang dapat mempengaruhi posisi strategis Indonesia.

Ketergantungan teknologi terhadap Tiongkok juga menjadi perhatian serius. Namun, Dave menegaskan bahwa ketergantungan ini tidak hanya terbatas pada Tiongkok, tetapi juga terhadap negara lain yang menjadi pemasok teknologi bagi Indonesia.

Direktur Eksekutif Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI), Curie Maharani, juga menyampaikan pandangan mereka. Kedua pakar sepakat bahwa kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Tiongkok memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri.

Curie menyoroti bahwa Tiongkok berpotensi menjadi sumber impor senjata bagi Indonesia tanpa adanya ikatan politik yang ketat.

"Ada peluang bagi Indonesia untuk mendapatkan transfer teknologi dari Tiongkok, meskipun hingga saat ini hal tersebut belum terjadi," kata dia.

Sementara itu, Ia menggarisbawahi beberapa risiko kerja sama pertahanan dengan Tiongkok, termasuk ketergantungan ekonomi dan teknologi, serta ancaman terhadap kedaulatan Indonesia di wilayah yang diklaim oleh Tiongkok, khususnya di Laut Natuna Utara. Selain itu, ia menyoroti potensi kerja sama ini dalam memicu perlombaan senjata di kawasan Asia-Pasifik.

Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan, Johanes Herlijanto, menyampaikan bahwa Indonesia perlu mempelajari maksud Tiongkok dalam menjalin hubungan pertahanan dengan Indonesia.

“Sangat mungkin Beijing berupaya menggunakan peningkatan kerja sama untuk membuat pihak militer Indonesia lebih lunak ketika Tiongkok melakukan aksi sepihak, yaitu berusaha untuk menegakkan klaim kewilayahan mereka di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan dekat Kepulauan Natuna,” tutur Johanes.

Menurutnya, Beijing juga sangat mungkin berupaya dan berharap agar terjadi ketergantungan Indonesia terhadap alutsista dari Tiongkok. Selain itu, patut pula untuk dipertimbangkan kemungkinan pihak-pihak lain, termasuk negara-negara Barat, memiliki kekhawatiran bahwa Tiongkok berupaya memperoleh informasi lebih banyak tentang militer mereka melalui kerja sama Tiongkok dengan Indonesia, mengingat Indonesia sudah lebih dahulu membangun kerja sama dengan pihak-pihak lain tersebut.

Kekhawatiran ini berpotensi memicu keengganan pihak-pihak di luar Tiongkok untuk meningkatkan kerja sama militer mereka dengan Indonesia. Namun demikian, Indonesia justru bisa menggunakan kerja sama pertahanan Indonesia-Tiongkok untuk kepentingan Indonesia. Misalnya, forum kerja sama pertahanan ini digunakan untuk menyampaikan protes atau keberatan terhadap tindakan Tiongkok yang sering bermanuver di Laut Natuna Utara.

Bisa juga Indonesia mensyaratkan agar Tiongkok berhenti menimbulkan gangguan di Laut Natuna Utara bila Tiongkok berminat melanjutkan atau meningkatkan kerja sama pertahanan dengan Indonesia.

Langkah Strategis Indonesia

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, Ia mengusulkan beberapa langkah strategis. Pertama, memperkuat diplomasi multilateral dengan melibatkan berbagai negara, terutama dalam forum internasional seperti ASEAN. Kedua, menjaga transparansi dalam kerja sama pertahanan dengan Tiongkok untuk mengurangi kekhawatiran pihak ketiga. Ketiga, meningkatkan kemandirian ekonomi agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada satu negara dalam sektor pertahanan.

"Meskipun kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Tiongkok masih menghadapi banyak tantangan, langkah-langkah strategis yang tepat dapat membantu Indonesia menjaga keseimbangan dalam hubungan bilateralnya dengan berbagai negara serta memperkuat posisi pertahanan nasionalnya," kata dia. (Z-10)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |