
LIBURAN kerap dijadikan momentum untuk mengkonsumsi banyak makanan enak, ditambah jam makan tidak beraturan, dan gaya hidup yang lebih santai. Usai liburan, banyak orang merasa bersalah karena pola makan tersebut dan berujung pada niat untuk detoks atau diet ketat untuk menurunkan berat badan.
Ahli gizi dari Rumah Sakit Akademik (RSA) Universitas Gadjah Mada Pratiwi Dinia Sari, mengatakan ‘penebusan’ rasa bersalah itu tidak tepat.
Saat liburan, katanya, yang seharusnya dilakukan adalah menjaga keseimbangan pola makan dengan gaya hidup sehat, bukan menebusnya dengan diet ekstrem setelah liburan berakhir.
Mengonsumsi makanan tinggi lemak jenuh, seperti gorengan, makanan bersantan, dan aneka olahan daging berlemak, memang sering menjadi bagian tak terpisahkan dari momen liburan dan kumpul keluarga. Namun di balik kenikmatannya, jenis makanan ini memiliki dampak serius terhadap kesehatan jika dikonsumsi secara berlebihan.
“Lemak jenuh dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dalam darah yang dalam jangka panjang bisa menyumbat pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, hingga stroke,” jelas Pratiwi dalam keterangan yang dikutip dari laman UGM, Minggu (1/6).
Tak hanya lemak, makanan manis seperti kue, minuman bersoda, serta dessert berlebihan yang kerap hadir di meja makan saat liburan juga memiliki konsekuensi tersendiri. Kandungan gula yang tinggi dalam makanan ini dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah secara cepat.
Daripada buru-buru melakukan diet ekstrem atau detoksifikasi instan, Pratiwi mengingatkan bahwa tubuh sebenarnya sudah punya sistem detoks alami. Ia mengungkapkan dalam ilmu gizi tidak ada istilah diet detoks.
Tubuh manusia melakukan proses detoksifikasi setiap hari melalui hati, ginjal, dan sistem pencernaan, yang perlu dilakukan adalah mendukung organ-organ ini agar bisa bekerja optimal.
“Caranya sederhana dengan cukup tidur, batasi gula, konsumsi buah dan sayur yang kaya antioksidan, serta makanan yang mengandung probiotik seperti yoghurt atau makanan fermentasi,” tegasnya.
Selama liburan panjang, penting juga untuk tetap memenuhi kebutuhan serat. Pasalnya serat sangat membantu dalam menjaga kadar gula darah, kolesterol, dan tekanan darah.
“Usahakan konsumsi minimal 3 porsi sayur dan 2 porsi buah setiap hari. Prinsip ‘Isi Piringku’ dari Kementerian Kesehatan juga bisa dijadikan pedoman, yakni setengah piring berisi buah dan sayur, seperempat lauk pauk, dan seperempat makanan pokok,” katanya.
Pratiwi menyebut masyarakat tidak perlu khawatir. Menjaga pola makan sehat bukan berarti harus menjauhi makanan favorit. Ia justru menganjurkan pendekatan yang lebih realistis dengan pola makan 80:20.
“Artinya, 80% kebutuhan kalori harian kita dipenuhi dari makanan berkualitas dan 20% sisanya boleh dari makanan yang sifatnya rekreasional,” jelasnya.
Di samping itu, aktivitas fisik juga berperan penting menjaga tubuh tetap bugar selama liburan. Liburan sering kali identik dengan aktivitas pasif, seperti rebahan seharian, duduk lama menonton film atau bermain gawai, dan waktu istirahat yang justru terlalu panjang tanpa gerak.
Padahal, tubuh tetap membutuhkan pergerakan untuk menjaga metabolisme tetap optimal dan mencegah penumpukan kalori yang tidak terpakai.
“Banyak orang berpikir kalau olahraga itu harus yang berat, seperti pergi ke gym atau ikut kelas kebugaran tertentu. Padahal, aktivitas fisik ringan seperti jalan kaki selama 15-30 menit setiap hari sudah sangat membantu menjaga kebugaran tubuh,” jelasnya. (H-3)