Kemen HAM Temukan Praktik Kekerasan dan Perbudakan Modern pada Sirkus OCI

15 hours ago 4
Kemen HAM Temukan Praktik Kekerasan dan Perbudakan Modern pada Sirkus OCI Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025)(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

KEMENTERIAN Hak Asasi Manusia (HAM) menyampaikan hasil temuan tim pencari fakta atas laporan kasus pengaduan para mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI).

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan mengatakan ada dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) dalam kasus OCI oleh pihak Taman Safari Indonesia (TSI). Hal itu didasari atas penggalian dan pengumpulan data, fakta, dan informasi yang dilakukan melalui penyidikan non-justitia. 

“Ada dugaan pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usul, identitas, hubungan keluarga, dan orang tuanya, bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis, memperoleh pendidikan umum yang layak dan dapat menjamin masa depannya, dan mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” katanya kepada awak media di Kantor Kementerian HAM pada Rabu (7/5).  

Selain itu, Kementerian HAM juga menemukan adanya dugaan kekerasan fisik dan seksual hingga kejahatan perbudakan modern atas aktivitas sirkus yang dijalankan oleh TSI. 

“Dugaan kekerasan fisik yang dapat mengarah kepada penganiayaan, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan salah seorang Teradu, dan dugaan praktik perbudakan modern,” jelas Munafrizal. 

Selain itu, Kementerian HAM juga membenarkan adanya 11 jenis tindakan atas dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia berdasarkan fakta peristiwa yang disampaikan oleh Pengadu dan rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM pada tahun 1997. 

“Mantan pemain sirkus OCI diambil dan dipisahkan dari orang tuanya dengan diiming-imingi untuk diangkat sebagai anak pada usia 4, 5, atau 6 tahun. Mantan pemain sirkus OCI di usia sekolahnya tidak disekolahkan di sekolah formal dikarenakan harus berkeliling daerah untuk tampil,” tukas Munafrizal.

Temuan kementerian HAM juga menyatakan bahwa mantan pemain sirkus OCI dipekerjakan sejak usia 4, 5, dan 6 tahun dan selama dipekerjakan tidak pernah diberi upah yang layak sesuai dengan kebutuhan hidupnya. 

Di samping itu, Mantan pemain sirkus OCI tetap diharuskan untuk melakukan penampilan sirkus walaupun dalam keadaan sakit. Hal itu diperparah dengan tidak diberikannya pelayanan kesehatan yang memadai apabila terjadi cedera akibat permainan sirkus. 

Lebih lanjut, Mantan Pemain Sirkus OCI tidak mendapatkan identitas faktual dan tidak pernah dipertemukan dengan orang tua kandung yang melahirkan mereka dan dipaksa bekerja meskipun dalam kondisi sedang mengandung. 

“Kompleksitas kasus ini tidak hanya terletak pada panjangnya rentang waktu peristiwa, penetapan subyek hukum, dan aspek pembuktian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga pada kerentanan korban yang sebagian besar masih mengalami dampak sosial dan psikologis hingga kini,” ujar Munafrizal. 

Lebih lanjut, Munafrizal menuturkan dengan ketidakjelasan status badan hukum Oriental Circus Indonesia serta kemudian tidak lagi aktif secara operasional, menjadi agak problematik untuk menetapkan subjek hukum yang bertanggung jawab secara formal, baik dalam aspek keperdataan maupun pidana. 

“Di sisi lain, minimnya arsip administratif atau dokumen legal selama masa berlangsungnya kegiatan sirkus turut menyulitkan upaya rekonstruksi fakta kasus,” tuturnya. 

Dengan kondisi tersebut di atas, kasus ini kata Munafrizal, merepresentasikan suatu bentuk peristiwa yang berada di persimpangan antara masa lalu yang belum tuntas dan tuntutan keadilan di masa kini yang belum terwujud. Instrumen hukum positif yang tersedia seolah mengalami kesulitan untuk memenuhi rasa keadilan bagi para Pengadu. 

“Pendekatan yang bersifat multidimensi yang melibatkan kombinasi aspek hukum, sosial, psikologis, dan etis menjadi penting digunakan untuk mengupayakan pemenuhan rasa keadilan bagi para Pengadu berdasarkan koridor kewenangan institusi dengan tetap menjunjung prinsip-prinsip negara hukum,” katanya.

Menurut Munafrizal, analisis pemetaan opsi penyelesaian kasus menjadi langkah awal yang penting untuk memperjelas jalur-jalur penyelesaian yang berkeadilan, baik melalui mekanisme hukum, hak asasi manusia, maupun pendekatan non-yudisial. 

“Upaya ini bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan struktural, memetakan tanggung jawab sektor terkait, dan merumuskan langkah-langkah pemulihan bagi korban,” tukasnya. 

Sebelumnya, pihak Taman Safari Indonesia (TSI) meminta untuk tidak dikaitkan dalam kasus tersebut. Dalam pernyataannya, TSI dan OCI merupakan dua entitas yang berbeda yang tidak ada hubungannya sama sekali.

"Taman Safari Indonesia Group sebagai perusahaan ingin menegaskan bahwa kami tidak memiliki keterkaitan, hubungan bisnis, maupun keterlibatan hukum dengan ex pemain sirkus yang disebutkan dalam forum tersebut," bunyi pernyataan manajemen Taman Safari Indonesia dalam keterangan, Rabu (16/4).

"Perlu kami sampaikan bahwa Taman Safari Indonesia Group adalah badan usaha berbadan hukum yang berdiri secara independen dan tidak terafiliasi dengan pihak yang dimaksud. Kami memahami bahwa dalam forum tersebut terdapat penyebutan nama-nama individu," lanjut pernyataan itu. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |