Kebijakan Soal Sampah Plastik Perlu Melihat Sisi Kesehatan dan Lingkungan

1 day ago 3
Kebijakan Soal Sampah Plastik Perlu Melihat Sisi Kesehatan dan Lingkungan ilustrasi(freepik.com)

Di tengah kebutuhan yang begitu besar terhadap plastik, kebijakan soal sampah plastik perlu dilihat dari sisi kesehatan dan lingkungan. Direktur Program Officer Indonesia Ocean Justice Initiative Andreas Aditya Salim menyampaikan, berdasarkan riset terbaru tahun 2024, tingkat konsumsi plastik yang masuk ke dalam tubuh masyarakat Indonesia mencapai 15 gram per bulan.

“Ini dampaknya bisa jadi generasional. Kita gak bicara manusia Indonesia yang saat ini hidup saat ini saja, tapi bayangkan nanti generasi-generasi berikut, karena kita sebagai orang tua sudah terkontaminasi, nanti janinnya akan seperti apa?” ujarnya dalam webinar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/6).

Data 2023 mengungkapkan biaya yang harus dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan untuk penanganan kanker mencapai Rp5,97 triliun. Walaupun kanker bukan satu-satunya disebabkan oleh plastik, kata Andreas, tapi substansinya bahwa plastik menjadi kontributor terhadap tingginya penyakit kanker di masyarakat Indonesia.

Persoalan stunting, berdasar kajian-kajian, juga disebut ada kaitannya dengan bagaimana tubuh manusia selalu terpapar oleh plastik. 

Namun permasalahan plastik ini masih terbentur kepentingan industri. “Target pertumbuhan (ekonomi) 8% dari Presiden Prabowo salah satu bentuk real-nya adalah ada investasi industri petrokimia senilai Rp59 triliun. Petrokimia itu kan kaitannya erat dengan produksi plastik,” ungkap Andreas.

“Jadi di saat kita harus meningkatkan terus produksi plastik, di satu sisi kita menghadapi situasi lingkungan, situasi kesehatan yang sudah makin severe (parah),” imbuhnya.

Dalam perkembangan perumusan Global Plastic Treaty, lanjutnya, yang lebih dikerahkan adalah upaya-upaya di downstream atau di hilir. Yaitu bagaimana meningkat kapasitas recycling, diversifikasi teknologi, dan lain sebagainya.

“Sehingga 80% yang tadinya nggak bisa didaur ulang akhirnya bisa didaur ulang.  Kami sih berharapnya teknologi kemudian dapat menjawab permasalahan itu. Tapi pemikiran sederhana kami adalah kemarin waktu kami riset, ada yang disebut sebagai downcycling. Pada suatu titik plastik itu bisa jadi sudah tidak bisa direcycle lagi,” ungkapnya.

Beberapa kajian menyebut recycling plastik tidak dapat dilakukan selamanya. Berdasarkan tipenya, plastik dapat didaur ulang sebanyak 10 kali dan kualitas produk final tidak berkualitas tinggi (downcycling).

“Artinya kan, bukankah kita hanya menunda plastik itu kembali ke tempat pembuangan air? Karena kalau kita hanya menunda benda itu kemudian berakhir juga di TPA, maka upaya recycling itu tetap harus ada komplement dengan pembatasan produksi,” kata Andreas.

“Karena kalau kembatasan produksi tidak dilaksanakan, ujung-ujungnya flow dari inputnya itu nggak ada kontrolnya. Nggak ada input kontrol yang pada akhirnya tetap problem mikroplastik, nanoplastik, atau apapun itu akan terus kita hadapi,” pungkasnya. (H-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |