Kebijakan Kehutanan Perlu Berpihak kepada Masyarakat dan Lingkungan

14 hours ago 3
Kebijakan Kehutanan Perlu Berpihak kepada Masyarakat dan Lingkungan Ilustrasi(freepik.com)

PERGURUAN tinggi perlu berperan mendorong pelaksanaan aturan kehutanan memperhatikan aspek ekologi, sosial, serta ekonomi dalam tata kelola hutan dan lingkungan. 

"Pada sisi lain, perguruan tinggi juga perlu mengkaji dampak kebijakan penertiban kawasan hutan terhadap hak masyarakat dan kepastian hukum perizinan, serta memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan," ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila (UP) Prof Eddy Pratomo dalam focus group discussion (FGD) Kajian Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan: Menuju Tata Kelola Hutan yang Berkeadilan dan Berkelanjutan, di Jakarta, Rabu (7/5).

Eddy menyatakan pihaknya mendukung penuh kebijakan kehutanan berpihak kepada masyarakat dan lingkungan. Melalui paparan para ahli, diskusi interaktif, dan tanya jawab dengan peserta, Eddy berharap FGD mampu menghasilkan pemetaan persoalan yang komprehensif serta rekomendasi strategis untuk memperkuat tata kelola kawasan hutan yang lebih adil, partisipatif, dan berkelanjutan.

"Dengan FGD ini, UP menegaskan komitmennya untuk mendorong reformulasi kebijakan kehutanan yang berpihak pada perlindungan lingkungan hidup, penghormatan hak masyarakat, serta komitmen Indonesia terhadap agenda perubahan iklim global," kata Eddy.

Eddy juga berharap FGD ini menjadi ruang dialog yang konstruktif dalam merumuskan kebijakan kehutanan yang tidak hanya legal secara normatif, tetapi juga adil secara sosial dan ekologis, serta berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Guru Besar Ilmu Hukum UP Prof Agus Surono mengatakan FGD ini diadakan sebagai respon kritis atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2025 yang belakangan menjadi sorotan berbagai kalangan, seperti akademisi, ormas sipil, aktivis lingkungan, komunitas adat, dan pelaku usaha di sektor sumber daya alam.

Perpres ini, kata dia, yang merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja khususnya pada klaster kehutanan, dinilai membawa semangat percepatan penyelesaian persoalan kawasan hutan, tetapi juga memicu kekhawatiran atas potensi pengabaian prinsip-prinsip keadilan ekologis dan sosial yang ditegaskan dalam konstitusi, UU Cipta Kerja, putusan Mahkamah Konstitusi, serta UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

"FGD ini diselenggarakan untuk menjawab kebutuhan atas kajian mendalam terhadap Perpres No 5 Tahun 2025 terutama dalam menilai dampaknya pada hak masyarakat sekitar hutan, kepastian hukum terhadap status kawasan hutan, perlindungan fungsi ekologis hutan dan juga potensi legalisasi pelanggaran kehutanan masa lalu," katanya.

Dia berharap pemerintah dapat memastikan lahan yang dijadikan kawasan hutan benar-benar clear melalui pengukuhan yang tepat, demi menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi masyarakat sekitar serta menjaga keberlanjutan ekosistem hutan Indonesia.

"Ini jadi penting mengingat Indonesia memiliki komitmen internasional untuk menurunkan emisi karbon 29% pada 2030, dengan perlindungan hutan menjadi salah satu pilar utama," pungkasnya.

Pjs Rektor UP Prof Adnan Hamid menambahkan FGD ini merupakan bagian dari implementasi Tridharma Perguruan Tinggi yakni aspek penelitian. 
"Kami mengapresiasi serta mendorong agar hasil kajian FGD ini menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan penertiban kawasan hutan yang berkeadilan dan berkelanjutan," ungkap dia. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |