Ini Penjelasan Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah

2 weeks ago 19
Ini Penjelasan Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah Petugas mengamati hilal menggunakan teropong saat pelaksanaan Rukyatul Hilal di menara Masjid Raya Darussalam, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (7/6/2024).(ANTARA FOTO/Auliya Rahman)

BULAN suci Ramadan menjadi momen istimewa bagi umat Muslim untuk meningkatkan ibadah dan kebersamaan. Salah satu hal yang paling dinanti adalah penetapan hilal atau bulan sabit muda sebagai penanda awal bulan dalam kalender Islam. 

Di Indonesia, perbedaan pendapat tentang hilal bukanlah hal baru. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, kerap kali memiliki pandangan yang berbeda dalam menentukan awal bulan Hijriah, terutama pada bulan Ramadan.

Perbedaan kriteria hilal antara NU dan Muhammadiyah disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan. NU menggunakan metode rukyatul hilal (pengamatan langsung) dengan menggunakan Hisab Hakiki Imkan Rukyat sebagai pembantu, sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal.   

NU: Metode Rukyatul Hilal

Rukyatul hilal dilakukan dengan mengamati penampakan hilal yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtima', yaitu kondisi saat matahari dan bulan dalam satu bujur yang sama. NU menggunakan metode ini, meskipun juga tidak mengabaikan hisab sebagai alat bantu.    

Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama, metode hisab bagi NU merupakan pendukung, bukan alat penentu keputusan final dalam menentukan awal bulan Hijriah.     

NU dalam menggunakan metode Hisab Hakiki Imkan Rukyat sebagai alat bantu, menetapkan ketinggian hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat (3-6.4). Hal ini sesuai dengan kriteria terbaru yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).    

Metode penentuan awal bulan Hijriah, baik untuk menandai permulaan bulan Ramadan, Syawal, atau bulan lainnya, harus didasarkan pada penglihatan bulan secara fisik (rukyatul hilal bil fa'li). Hilal diamati pada hari ke-29 malam ke-30. Jika hilal terlihat, maka itu menandakan awal bulan baru. Sebaliknya, jika hilal tidak terlihat, maka malam itu masuk tanggal 30.   

Kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama (IRNU) dinyatakan mempunyai parameter tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi hilal haqiqi minimal 6,4 derajat. Hal ini ditegaskan melalui surat keputusan nomor 001/SK/LF–PBNU/III/2022, tentang kriteria IRNU yang merupakan turunan dari butir pertama keputusan Muktamar Ke-34 NU tahun 2021, terkait posisi ilmu falak dalam penentuan waktu ibadah. 

\Muhamadiyah: Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal 

Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadan 1446 H jjatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Ketetapan ini didasarkan pada Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah 1446 H.

Dalam maklumat tersebut dinyatakan bahwa pada saat matahari terbenam Jumat, 28 Februari 2025, hilal sudah wujud di atas ufuk di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, 1 Ramadan 1446 H ditetapkan pada Sabtu, 1 Maret 2025.

Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal merupakan perhitungan posisi matahari dan bulan secara ilmu falak untuk menentukan wujudnya hilal sebagai penanda bulan baru Hijriah. 

Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal yakni matahari terbenam lebih dahulu daripada Bulan walaupun hanya berjarak satu menit atau kurang. Ide ini berasal dari pakar falak Muhammadiyah Wardan Diponingrat yang tidak hanya dipahami berdasarkan pada QS. Yasin ayat 39-40, melainkan juga menggunakan perangkat lain seperti hadis dan konsep fikih lainnya serta dibantu ilmu astronomi.

Hisab Hakiki adalah metode penentuan awal bulan Hijriah yang dilakukan dengan menghitung gerak faktual (sesungguhnya) Bulan di langit, sehingga awal dan akhir bulan Hijriah mengacu pada perjalanan bulan benda langit tersebut."   

Berdasarkan kriteria Hisab Hakiki Wujudul Hilal, bulan Hijriah baru dimulai apabila saat matahari terbenam pada hari ke-29 dari bulan Hijriah yang berjalan, telah terpenuhi tiga syarat berikut, yaitu:  

  1. Telah terjadi ijtima' (konjungsi)
  2. Ijtima' terjadi sebelum matahari terbenam, dan 
  3. Pada saat matahari terbenam, bulan (piringan atasnya) masih di atas ufuk.

Apabila salah satu dari kriteria tersebut tidak dipenuhi, maka bulan berjalan digenapkan tiga puluh hari dan bulan baru dimulai lusa.

Penetapan Awal Ramadan 2025 oleh Pemerintah

Pemerintah Indonesia menetapkan awal Ramadan dilakukan melalui sidang isbat yang digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag). Sidang isbat ini mengacu pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Kementerian Agama akan menggelar Sidang Isbat awal Ramadan 1446 Hijriah pada 28 Februari 2025. Sidang ini akan menentukan awal bulan puasa bagi umat Islam di Indonesia. Sidang dijadwalkan akan dipimpin Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Abu Rokhmad menjelaskan, sidang isbat akan dilaksanakan di Auditorium H.M. Rasjidi, Kementerian Agama, Jakarta Pusat.

"Seperti tahun-tahun sebelumnya, sidang ini akan dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan ormas Islam, MUI, BMKG, ahli falak, serta perwakilan dari DPR dan Mahkamah Agung," ujarnya dikutip dari laman resmi Kemenag, Senin (10/2/25).

Menurut Abu Rokhmad, ada tiga rangkaian yang akan dilakukan dalam sidang isbat. Pertama, pemaparan data posisi hilal berdasarkan perhitungan astronomi. Kedua, verifikasi hasil rukyatul hilal dari berbagai titik pemantauan di Indonesia.

“Ketiga, musyawarah dan pengambilan keputusan yang akan diumumkan kepada publik," jelasnya. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |