
BAHAYA pada anak dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menuntut respons cepat serta tepat dari orangtua atau pengasuh.
Dokter spesialis anak Abdul Chairy, dalam seminar penanganan kondisi bahaya pada anak yang diselenggarakan RS Pusat Otak Nasional (PON) bekerja sama dengan Unit Kerja Emergensi dan Terapi Intensif Anak (ETIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia Jakarta secara daring, Selasa (27/5), menekankan pentingnya pengetahuan dasar pertolongan pertama untuk meminimalkan risiko cedera lebih lanjut pada anak.
Ia menggarisbawahi bahwa penanganan awal yang benar dapat menyelamatkan nyawa atau mencegah dampak serius.
"Langkah pertama adalah memastikan keamanan lingkungan. Kita harus segera menyesuaikan kondisi sekitar agar tidak terjadi bahaya tambahan. Misalnya, jika anak tidak sadar karena terjatuh di dekat sumber listrik, pastikan sumber listrik telah dimatikan sebelum mendekati anak," ujar Abdul Chairy.
Setelah lingkungan aman, langkah selanjutnya adalah mengevaluasi kesadaran anak.
Tingkat kesadaran dapat bervariasi, mulai dari sadar penuh, tidak respons saat dipanggil, perlu rangsangan (seperti cubitan ringan),
hingga tidak respons sama sekali. Jika anak tidak sadar, pemberian rangsangan diperbolehkan untuk melihat responsnya.
Chairy menjelaskan prioritas utama setelah mengidentifikasi ketidaksadaran adalah segera mencari bantuan, sambil melakukan pendekatan keselamatan dasar.
Pendekatan itu meliputi pemeriksaan detak jantung atau denyut nadi (dapat dirasakan di leher atau sudut dagu) dan memastikan jalur napas anak terbuka.
"Pada anak, terutama yang lebih muda, lidahnya relatif lebih besar dan lehernya cenderung tertekuk. Ini bisa menghambat jalur napas. Oleh karena itu, penting untuk mendongakkan kepala anak," jelasnya.
Namun, ia memberikan peringatan keras untuk kasus kecelakaan yang melibatkan trauma, seperti benturan kepala atau terjatuh dari ketinggian.
"Jika ada dugaan cedera tulang leher, jangan terlalu mendongakkan kepala anak. Cukup posisikan tubuhnya miring dan dongakkan setengah saja untuk menghindari tekanan pada saraf yang bisa menyebabkan kelumpuhan atau bahkan kematian," tegasnya.
Untuk kasus henti jantung, Chairy menjelaskan teknik pijat jantung pada anak.
Lakukan pijat jantung dengan kuat, antara 100 hingga 120 kali per menit, selama satu menit penuh," paparnya. Lokasi pijatan
adalah di antara kedua puting anak, tepat di tengahnya.
Untuk bayi berusia satu hingga enam bulan, tekanan dapat menggunakan dua jempol atau jari telunjuk. Untuk usia remaja dan dewasa, pijat bisa menggunakan telapak tangan.
Penting diingat, pijat jantung harus dilakukan di atas alas yang keras, bukan di kasur yang lembut, karena fungsi penekanan adalah menggantikan pompa jantung.
Setelah satu menit, evaluasi kembali kondisi anak dan ulangi prosedur bantuan hidup dasar (BHD) hingga bantuan medis profesional tiba.
Jangan ragu dalam melakukan pijatan. Bagian dada anak masih tulang rawan, elastis. Keraguan justru dapat memperparah kondisi," ungkap Chairy.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tindakan cepat dan tepat dapat membuat perbedaan signifikan dalam penanganan kecelakaan pada anak. (Ant/Z-1)