
Bank Indonesia (BI) Provinsi Sumatera Barat mencatat inflasi IHK sebesar 1,78% (mtm) pada April 2025. Peningkatan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama seperti normalisasi tarif listrik prabayar, serta lonjakan harga komoditas non-pangan seperti emas perhiasan, tiket pesawat, dan mobil.
Kepala BI Sumbar, Mohamad Abdul Majid Ikram, menjelaskan bahwa kenaikan harga emas terjadi seiring tren global yang terus menguat. Sementara itu, lonjakan permintaan pangan menjelang dan selama Idulfitri turut memicu tekanan inflasi.
“Harga cabai merah naik 23,04% dan bawang merah 11,10%. Namun tekanan ini tertahan oleh turunnya harga daging ayam ras, beras, dan cabai rawit akibat panen raya,” terang Majid dalam keterangannya, Jumat (9/5).
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar, yakni 1,95% (mtm) dengan andil 0,66%. Selain itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga mencatatkan inflasi tinggi, sebesar 3,72% (mtm), imbas naiknya tarif listrik prabayar hingga 21,73%.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya ikut menyumbang inflasi 3,14% (mtm), terutama karena naiknya harga emas perhiasan 12,21%.
Sementara itu, beberapa komoditas mencatat deflasi yang membantu menahan lonjakan inflasi lebih lanjut, seperti daging ayam ras, beras, cabai rawit, dan cabai hijau. Penurunan tarif pulsa ponsel juga berkontribusi terhadap deflasi pada sektor komunikasi dan jasa keuangan.
Secara spasial, seluruh kabupaten/kota di Sumbar mengalami inflasi, dengan Kota Bukittinggi mencatatkan angka tertinggi sebesar 1,97%, disusul Kota Padang 1,83%, Pasaman Barat 1,69%, dan Dharmasraya 1,49%. “Normalisasi tarif listrik dan harga emas jadi pemicu utama inflasi di wilayah-wilayah ini,” ujar Majid.
Secara tahunan, inflasi Sumbar pada April 2025 tercatat sebesar 2,38% (yoy), masih berada dalam target nasional.
Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumbar menegaskan komitmennya menjaga stabilitas harga melalui langkah-langkah seperti: Menjaga pasokan komoditas pangan lokal, Distribusi pangan strategis melalui TTIC dan Bulog, Operasi pasar di wilayah rawan lonjakan harga, High Level Meeting (HLM) TPID rutin, dan Komunikasi publik untuk mengelola ekspektasi inflasi dan mendorong diversifikasi pangan.
“Dengan sinergi lintas sektor, kami optimistis target inflasi nasional 2,5±1% dapat tercapai,” tutup Majid. (H-1)