
PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menjelaskan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) adalah wujud transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara. Hal itu itu dikatakan sesuai mandat undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta ditegaskan melalui Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020.
“LHKPN merupakan instrumen penting sebagai langkah awal pencegahan korupsi. Hal ini juga patut untuk menjadi dasar dalam mempertanyakan integritas dari pejabat yang belum melaporkan harta kekayaannya,” kata Diky pada Minggu (8/6).
Diky menilai pelaporan LHKPN adalah wujud transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara. Atas dasar itu, pelaporannya pun tidak boleh dilakukan secara asal namun harus mencerminkan kondisi fakta.
“Pelaporan LHKPN yang lambat tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga menghambat partisipasi masyarakat dalam mengawasi pejabat publik,” jelasnya.
Atas dasar itu, ICW mendesak agar Presiden Prabowo segera menegur dan memberikan sanksi bagi pejabat negara khususnya di Kabinet Merah Putih yang belum melaporkan LHKPN.
Sebelumnya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan hingga 9 Mei 2025, sebanyak 11.114 penyelenggara negara belum menyampaikan LHKPN. Kondisi ini disebut dapat menjadi dasar untuk pemberian penghargaan maupun sanksi terhadap para pejabat yang bersangkutan.
“LHKPN bisa menjadi salah satu basis pemberian reward atau punishment,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (13/5).
Budi menegaskan LHKPN berfungsi sebagai alat evaluasi yang penting dalam lembaga pemerintahan. Oleh karena itu, setiap pejabat negara diwajibkan melaporkan harta kekayaannya, sebagaimana telah diatur dalam peraturan yang berlaku, demi kelangsungan karier mereka.
“Misalnya untuk promosi atau mutasi jabatan. Sehingga setiap wajib lapor terdorong untuk patuh dalam menyampaikan LHKPN,” jelasnya.
Menurut Budi, hingga saat ini KPK terus memantau kepatuhan para pejabat dalam pengisian laporan kekayaannya. Bila ditemukan adanya pengisian yang tidak akurat atau asal-asalan, maka klarifikasi akan dilakukan.
“KPK tentu memanfaatkan berbagai sumber data untuk melakukan pengecekan terhadap kelengkapan pengisian LHKPN,” kata Budi.
Berdasarkan laman KPK, sebanyak 404.761 penyelenggara negara telah melaporkan hartanya melalui LHKPN. Jumlah ini berasal dari total 415.875 wajib lapor, sehingga masih terdapat 11.114 pejabat yang belum memenuhi kewajibannya. (M-2)