
YAYASAN Kemanusiaan Gaza (GHF) yang mendapat dukungan dari Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka tidak akan menyalurkan bantuan pada Rabu (4/6). Ini menyusul insiden mematikan yang menewaskan puluhan warga Palestina saat mengantre bantuan.
GHF mendesak militer Israel untuk meningkatkan perlindungan bagi warga sipil di sekitar lokasi distribusi.
Dalam pernyataannya, GHF meminta militer Israel agar mengarahkan lalu lintas pejalan kaki dengan cara yang meminimalkan risiko kebingungan atau eskalasi di perbatasan militer serta mendesak ada panduan yang lebih jelas bagi warga dan peningkatan pelatihan guna menjamin keselamatan.
"Prioritas utama kami tetap memastikan keselamatan dan martabat warga sipil yang menerima bantuan," ujar juru bicara GHF seperti dilansir CNA, Rabu (4/6).
Kekacauan Distribusi Bantuan
Sementara itu, militer Israel memperingatkan warga agar tidak bergerak mendekati lokasi distribusi GHF pada Rabu (4/6) dan menyebutnya sebagai zona pertempuran.
Pada hari sebelumnya, militer Israel mengeklaim telah menembak sekelompok orang yang dianggap sebagai ancaman di dekat salah satu lokasi penyaluran makanan GHF.
Menurut Komite Palang Merah Internasional, sedikitnya 27 orang tewas dan puluhan lain terluka. GHF menyatakan bahwa insiden tersebut terjadi jauh di luar area distribusinya.
Warga Palestina yang berada di lokasi melaporkan kekacauan dalam proses pembagian bantuan. Tidak ada sistem pengawasan yang jelas dan warga yang kelaparan berebut makanan tanpa pemeriksaan identitas atau pengaturan.
Gencatan Senjata
Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan pemungutan suara pada Rabu (4/6) terkait usulan gencatan senjata antara Israel dan Hamas serta menjamin akses kemanusiaan menyeluruh di Gaza.
Daerah tersebut kini berada dalam kondisi krisis kemanusiaan parah setelah blokade 11 minggu yang baru-baru ini dicabut.
"Ini tidak dapat diterima. Warga sipil mempertaruhkan--dan dalam beberapa kasus kehilangan--nyawa mereka hanya untuk mendapatkan makanan," ujar juru bicara PBB Stephane Dujarric. Ia mengkritik model distribusi bantuan yang didukung AS dan Israel sebagai resep untuk bencana dan sedang terjadi.
GHF, yang baru terbentuk dan mulai beroperasi seminggu lalu, menyebut telah menyalurkan lebih dari tujuh juta porsi makanan melalui tiga lokasi distribusi yang dinyatakan aman.
Direktur Eksekutif Sementara GHF, John Acree, mengimbau pekerja kemanusiaan lain di Gaza untuk bergabung. "Bekerjalah bersama kami dan kami akan mengirimkan bantuan Anda kepada mereka yang bergantung padanya," ujarnya.
Namun, banyak badan bantuan internasional dan PBB menolak bekerja sama dengan GHF. Mereka menilai organisasi ini tidak netral dan distribusinya telah dimiliterisasi. Bantuan disalurkan melalui perusahaan keamanan dan logistik swasta asal AS.
Kondisi di Gaza tetap kritis. Sebanyak 2,1 juta penduduk terancam kelaparan. Berbagai upaya distribusi bantuan telah dicoba, seperti pengiriman udara oleh Yordania dan pemasangan dermaga bantuan terapung oleh AS, namun tantangan logistik dan keamanan tetap menghambat.
PBB terus menuduh Israel menghalangi masuknya bantuan ke Gaza. Israel menyalahkan Hamas atas dugaan pencurian bantuan yang dibantah oleh kelompok tersebut.
Pada Selasa (3/6), Israel melaporkan tiga tentaranya tewas dalam pertempuran di Gaza utara. Otoritas kesehatan Gaza menyebut sedikitnya 18 warga Palestina tewas akibat serangan Israel. Awak media belum dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen.
Veto
Ke-10 anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB telah mendesak agar pemungutan suara dilakukan terhadap rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera tanpa syarat dan permanen di Gaza yang dihormati oleh semua pihak.
Naskah resolusi, yang diperoleh media, mencakup seruan pembebasan semua sandera yang ditahan oleh Hamas dan kelompok lain serta penghapusan pembatasan terhadap masuk dan distribusi bantuan secara aman dan tanpa hambatan oleh PBB dan organisasi kemanusiaan di seluruh Gaza.
"Waktu untuk bertindak telah berlalu," tegas Duta Besar Slovenia untuk PBB, Samuel Zbogar.
"Merupakan tanggung jawab historis kita untuk tidak tinggal diam," tambahnya.
Meski pemerintahan Presiden AS Donald Trump berupaya menengahi gencatan senjata di Gaza, masih belum jelas apakah Washington akan menggunakan hak vetonya terhadap resolusi ini.
"Kami tidak dapat meninjau tindakan kami yang saat ini sedang dipertimbangkan," kata seorang juru bicara misi AS di PBB.
Untuk lolos, resolusi memerlukan sedikitnya sembilan suara dukungan dan tidak boleh diveto oleh salah satu anggota tetap Dewan Keamanan: Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, atau Prancis.
Perang di Gaza telah berlangsung sejak Oktober 2023, setelah militan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan membawa sekitar 250 sandera ke wilayah Gaza, menurut otoritas Israel.
Sejak saat itu, Israel melancarkan kampanye militer yang menurut otoritas kesehatan Gaza telah menewaskan lebih dari 54.000 warga Palestina, tanpa membedakan antara pejuang dan warga sipil. (I-2)