Hamas Bebaskan Sandera Israel asal Gencatan Senjata Permanen

1 day ago 3
Hamas Bebaskan Sandera Israel asal Gencatan Senjata Permanen Kelompok Hamas.(Anadolu)

KELOMPOK Hamas menyatakan telah memberikan tanggapan atas usulan gencatan senjata terbaru yang diajukan oleh Amerika Serikat (AS).

Dalam pernyataannya pada Sabtu (31/5) Hamas menyatakan siap membebaskan 10 sandera Israel yang masih hidup serta jenazah 18 lainnya, sebagai bagian dari pertukaran dengan sejumlah tahanan Palestina. 

Namun, kelompok ini juga mengajukan beberapa perubahan atas isi proposal tersebut.

Hamas kembali menekankan tuntutan utamanya, yakni gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, serta jaminan atas aliran bantuan kemanusiaan yang berkelanjutan. 

Permintaan-permintaan ini tidak termasuk dalam draft usulan yang saat ini diajukan oleh pihak AS.

Meskipun tidak secara eksplisit menolak ataupun menerima proposal tersebut, Hamas menyatakan bahwa tanggapannya disampaikan sebagai bagian dari proses negosiasi melalui mediator Mesir dan Qatar. 

Disampaikan Steve Witkoff

Rencana tersebut pertama kali disampaikan oleh Steve Witkoff, utusan khusus Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah.

"Saya menerima tanggapan Hamas atas usulan Amerika Serikat. Itu sama sekali tidak dapat diterima dan hanya membawa kita mundur. Hamas harus menerima usulan kerangka kerja yang kami ajukan sebagai dasar untuk perundingan jarak dekat, yang dapat segera kami mulai minggu depan," kata Witkoff dalam sebuah pernyataan menanggapi hal itu seperti dilansir BBC News, Minggu (1/6).

"Itulah satu-satunya cara kita dapat menutup kesepakatan gencatan senjata 60 hari dalam beberapa hari mendatang," sebutnya.

"Meskipun Israel telah menyetujui garis besar Witkoff yang diperbarui untuk pembebasan sandera kami, Hamas terus mematuhi penolakannya," tulis Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataannya.

Tetap pada pendirian

Sebagai kelompok yang dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Inggris dan Uni Eropa, Hamas tetap pada pendiriannya untuk menuntut gencatan senjata total dan penarikan pasukan Israel secara menyeluruh dari Gaza. 

Mereka juga menuntut masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, sembari menyatakan kesiapan mereka untuk membebaskan 10 sandera hidup dan menyerahkan jenazah 18 lainnya, sebagai imbalan atas jumlah tahanan Palestina yang disepakati.

Saat ini, Hamas berada dalam posisi politik dan militer yang sangat sulit. Di tengah tekanan besar dari masyarakat Gaza yang berjumlah 2,2 juta orang dan hidup dalam kondisi kemanusiaan yang memburuk, serta tekanan dari para mediator, Hamas tidak dapat dengan mudah menerima proposal AS yang dinilai kurang menguntungkan dibandingkan usulan sebelumnya, termasuk yang ditolak pada Maret lalu.

Pada waktu itu, kepala delegasi perunding Hamas, Khalil al-Hayya, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menyetujui kesepakatan parsial yang gagal menjamin penghentian perang secara total.

Namun, menolak langsung proposal AS juga berisiko, mengingat Israel bersiap melancarkan ofensif militer lebih luas di Gaza. 

Hamas sendiri saat ini dinilai tidak memiliki kekuatan militer yang memadai untuk menahan atau menanggapi secara efektif serangan tersebut.

Menawarkan usulan baru

Dalam posisi serba sulit ini, Hamas merespons bukan dengan penerimaan atau penolakan, melainkan dengan menawarkan usulan baru sebagai balasan terhadap proposal awal AS.

Meskipun rincian resmi dari usulan AS belum diumumkan secara publik, sejumlah poin utama yang dilaporkan mencakup:

1. Gencatan senjata sementara selama 60 hari.
2. Pembebasan 28 sandera Israel—baik yang masih hidup maupun jenazah—pada pekan pertama, serta pembebasan 30 sandera tambahan setelah diterapkannya gencatan senjata permanen.
3. Pembebasan 1.236 tahanan Palestina dan jenazah 180 warga Palestina.
4. Penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza melalui PBB dan lembaga internasional lainnya.

Proposal ini telah disetujui terlebih dahulu oleh pemerintah Israel sebelum disampaikan kepada Hamas. Namun, tidak ada indikasi bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersedia menegosiasikan ulang syarat-syarat yang diminta oleh Hamas.

Netanyahu sendiri telah menyatakan kesediaannya menerima gencatan senjata sementara untuk memulangkan para sandera, namun tetap menegaskan bahwa Israel berhak melanjutkan operasi militer kapan pun diperlukan. 

Menurutnya, perang akan dianggap berakhir hanya jika Hamas meletakkan senjatanya, tidak lagi berkuasa dan para pemimpinnya diasingkan dari Jalur Gaza.

Terima Kesepakatan Witkoff

Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, memberikan pernyataan yang lebih keras minggu ini.

"Para pembunuh Hamas sekarang akan dipaksa untuk memilih menerima persyaratan 'Kesepakatan Witkoff' untuk pembebasan para sandera atau dimusnahkan," ujarnya.

Menanggapi komentar tersebut, pejabat senior Hamas Basem Naim mengatakan kepada BBC bahwa pihaknya sebelumnya telah mencapai kesepakatan awal dengan Witkoff mengenai proposal yang dapat diterima untuk dinegosiasikan.

Namun menurutnya, tanggapan Israel ternyata menolak semua ketentuan yang telah disepakati bersama.

"Mengapa, setiap kali, tanggapan Israel dianggap sebagai satu-satunya yang bisa dinegosiasikan? Ini mencederai prinsip keadilan dalam proses mediasi dan menunjukkan keberpihakan total," kata Naim.

Warga sipil tewas

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, sebanyak 60 warga sipil tewas dan 284 lainnya terluka akibat serangan Israel. 

Jumlah ini belum termasuk korban dari wilayah Gaza Utara karena kesulitan akses medis di daerah tersebut.

Kampanye militer Israel di Gaza dimulai setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan sekitar 1.200 warga Israel tewas dan 251 orang disandera. 

Sejak saat itu, menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 54.381 warga Palestina telah tewas, termasuk 4.117 korban sejak Israel kembali melancarkan ofensif pada 18 Maret lalu. (Fer/I-1

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |