Film Rumah untuk Alie Suguhkan Isu Kekerasan Anak dan Harapan dari Kisah Pilu

1 week ago 13
Film Rumah untuk Alie Suguhkan Isu Kekerasan Anak dan Harapan dari Kisah Pilu Para pemeran film Rumah untuk Alie melakukan konferensi pers.(Falcon Pictures)

Falcon Pictures kembali menghadirkan film terbaru berjudul Rumah Untuk Alie. Diangkat dari novel best seller karya Len Liu yang telah menyentuh jutaan hati pembaca, film ini akan tayang di bioskop mulai 17 April.

Disutradarai oleh Herwin Novianto, Rumah Untuk Alie menyuguhkan kisah pilu anak perempuan bernama Alie, yang harus menghadapi kekerasan dan penolakan dari keluarganya sendiri setelah ibunya meninggal dunia. Di sekolah pun, Alie tak lepas dari perundungan (bullying). Namun, di balik semua luka itu, tumbuh kekuatan, keberanian, dan harapan dari gadis kecil yang hanya ingin memiliki tempat yang ia sebut “rumah”.

Film ini dibintangi Anantya Kirana (pemeran Alie), Rizky Hanggono, Tika Bravani, Dito Darmawan, Rafly Altama Putra, Andryan Didi, Faris Fadjar Munggaran, Sheila Kusnadi, dan Ully Triani. 

Anantya Kirana membagikan perasaannya setelah menyaksikan film untuk pertama kalinya saat gala premier. “Saya menangis saat menonton hasil akhirnya. Perjalanan Alie benar-benar menyentuh hati saya, bukan hanya sebagai aktris, tapi juga sebagai manusia. Saya rasa, banyak anak di luar sana yang mengalami hal serupa dan diam. Lewat film ini, saya ingin menyuarakan suara mereka,” katanya, Jumat, (11/4) di XXI Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan.

Rizky Hanggono, yang memerankan ayah Alie, mengaku tertantang oleh perannya. “Saya memerankan sosok ayah yang penuh kemarahan dan menyimpan luka yang tak selesai. Ini bukan karakter yang mudah dicintai, tapi penting untuk ditampilkan karena ini nyata. Saya ingin penonton merenung: bagaimana luka orang dewasa bisa melukai anak-anak yang tidak tahu apa-apa,” katanya.

Sementara itu, sutradara Herwin Novianto mengungkapkan film yang mengangkat isu kekerasan anak ini adalah salah satu karya paling emosional yang pernah ia garap. “Kami ingin membawa penonton masuk ke dunia batin seorang anak yang terluka. Film ini bukan sekadar cerita tentang penderitaan, tapi juga tentang harapan. Saya berharap setelah menonton, orangtua bisa lebih mendengar, dan anak-anak merasa tidak sendirian,” harapnya. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |