
PRESIDEN Iran Masoud Pezeshkian mengungkap bahwa dirinya menjadi sasaran upaya pembunuhan oleh Israel selama konflik 12 hari antara kedua negara yang terjadi pada pertengahan Juni lalu.
Pernyataan itu muncul kurang dari sebulan setelah serangan besar-besaran dilancarkan oleh Israel ke wilayah Iran pada 13 Juni. Serangan tersebut menewaskan sejumlah komandan militer dan ilmuwan nuklir penting milik Iran.
"Ya, mereka (Israel) memang mencoba. Mereka bertindak sesuai dengan itu, tetapi mereka gagal," kata Pezeshkian, dalam sebuah wawancara yang dikutip AFP, Selasa (8/7).
Presiden Iran itu menyebut bahwa percobaan pembunuhan terjadi saat ia berada di suatu pertemuan. Menurutnya, Israel berusaha membombardir lokasi rapat yang tengah ia hadiri. Dia juga menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak terlibat langsung dalam upaya tersebut.
Dalam wawancara tersebut, Pezeshkian melontarkan kritik tajam terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dia menuding Netanyahu memiliki tujuan pribadi untuk terus memperpanjang konflik di kawasan Timur Tengah dan sengaja mendorong AS ikut terlibat.
"Pemerintah AS seharusnya menahan diri untuk tidak terlibat dalam perang yang bukan perang Amerika, melainkan perang Netanyahu," ujarnya.
Mengenai hubungan diplomatik, Pezeshkian menyampaikan kesiapan Iran untuk kembali membuka perundingan nuklir. Namun, dia menekankan bahwa langkah tersebut hanya mungkin dilakukan jika kepercayaan antara kedua negara bisa dipulihkan.
"Kami tidak melihat masalah dalam perundingan. Ada syaratnya untuk memulai kembali. Bagaimana kita bisa percaya lagi pada AS?" ujarnya.
Dia juga menggarisbawahi kekhawatiran bahwa perundingan bisa kembali diganggu oleh serangan dari Israel.
"Jika kita kembali memasuki perundingan, bagaimana kita bisa tahu dengan pasti bahwa di tengah perundingan rezim Israel tidak akan diberi izin lagi untuk menyerang kita," tambahnya.
Menutup pernyataannya, Pezeshkian memberikan peringatan kepada AS bahwa mereka memiliki dua pilihan dalam menghadapi Iran dan kawasan Timur Tengah: memilih jalur damai atau terseret ke dalam perang.
Dia menyebut bahwa Presiden AS memiliki kapasitas untuk membawa stabilitas, tetapi juga bisa tertarik ke dalam konflik yang dalam.
"Presiden AS cukup mampu membimbing kawasan ini menuju perdamaian dan masa depan yang lebih cerah serta menempatkan Israel pada tempatnya atau terjerumus ke dalam jurang atau rawa yang tak berujung," tegas Pezeshkian.
"Itulah perang yang diinginkan Netanyahu agar AS atau presidennya terseret ke dalamnya," pungkasnya. (I-2)