
DEMO para pelaku pariwisata di Gedung Sate agar larangan study tour dicabut ditanggapi dingin oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Aksi demonstrasi itu justru memperkuat pendiriannya untuk melarang study tour. Ia bahkan menyebut study tour lebih mirip tamasya daripada bagian dari mengajar.
“Demonstrasi kemarin menunjukkan semakin jelas bahwa kegiatan study tour itu sebenarnya kegiatan piknik, kegiatan rekreasi. Bisa dibuktikan, yang berdemonstrasi adalah para pelaku jasa kepariwisataan. Massa yang berdemonstrasi juga mendapat dukungan dari asosiasi pelaku wisata di Yogyakarta, termasuk penyedia Jeep wisata Gunung Merapi,” ungkap Dedi dikutip dari akun Instagram @dedimulyadi71 Selasa (22/7).
Menurut Dedi, kebijakan larangan study tour diambil untuk melindungi orangtua siswa dari pengeluaran yang tidak perlu dan memastikan pendidikan tetap fokus pada pengembangan karakter dan kemampuan belajar siswa. “Insya Allah Gubernur Jawa Barat akan tetap berkomitmen menjaga ketenangan orangtua siswa, agar tidak terlalu banyak pengeluaran biaya di luar kebutuhan pendidikan,” tegasnya.
Dedi menambahkan, dirinya tetap berpihak pada kepentingan rakyat banyak, menjaga kelangsungan pendidikan, serta mengefisienkan biaya dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan pendidikan. Ia juga berharap industri pariwisata di Jabar tetap berkembang. Tetapi dengan target wisatawan yang memang memiliki kemampuan ekonomi untuk berwisata, bukan dengan memaksa keluarga berpenghasilan pas-pasan untuk ikut study tour.
“Semoga industri pariwisata tumbuh sehingga nanti yang datang berwisata itu adalah orang luar negeri, orang-orang yang punya uang dan memang murni bertujuan melakukan kepariwisataan, bukan orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan dengan alasan study tour akhirnya dipaksa harus pergi piknik,” bebernya.
Seperti diberitakan sebelumnya, demo larangan study tour dilakukan sejumlah pekerja sektor pariwisata, mulai dari sopir bus hingga pelaku UMKM. Mereka mendesak Dedi Mulyadi untuk mencabut poin ketiga dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 45/PK.03.03/KESRA yang memuat larangan kegiatan study tour. Larangan itu dinilai mematikan sektor pariwisata.
Kebijakan Wali Kota Bandung Berbeda
Namun larangan yang dikeluarkan gubernur tersebut tidak dilakukan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, yang tetap membebaskan diadakannya study tour.
“Larangan itu dikhawatirkan akan memperburuk kondisi industri pariwisata yang kini tengah mengalami penurunan pendapatan. Cek ke Saung Udjo, jangan tanya saya. Kita mah tidak bisa melarang. Kebijakan kita simpel. Study tour dilarang apabila dihubungkan dengan prestasi akademik,” papar Farhan di Balai Kota Bandung.
Farhan menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tidak akan membatasi pelajar untuk mengikuti study tour ke luar daerah, termasuk ke luar provinsi. Ia memahami nasib para pelaku usaha wisata yang bergantung pada kegiatan tersebut, sehingga memilih untuk tetap memberikan ruang bagi sekolah-sekolah mengadakan perjalanan edukatif.
“Mangga weh, saya tidak bisa melarang, masa saya larang. Kalau Bandung sendiri, mah, bebas. ni kota terbuka, terbuka itu artinya masuk boleh, keluar juga boleh, gitu ya. Yang penting tidak ada hubungan dengan nilai. Jadi yang sanggup bayar, yang enggak sanggup enggak usah bayar. Tanggung jawab, kepala sekolah dan orangtua sudah dewasa,” jelasnya.
Farhan hanya mengingatkan, kegiatan study tour tidak boleh dikaitkan dengan kewajiban akademik siswa. Artinya, siswa yang tidak mampu mengikuti kegiatan tersebut tidak boleh diberikan tugas pengganti yang memengaruhi nilai sekolah mereka.
Selama ini cukup banyak sekolah swasta di Bandung, termasuk jenjang SMA, yang mengadakan study tour ke luar negeri seperti ke Australia maupun Amerika Serikat. Kegiatan seperti itu diserahkan sepenuhnya kepada komite sekolah, dan sekolah tetap memegang tanggung jawab penuh atas kegiatan study tour-nya. (AN/E-4)