
BADAN Urusan Logistik Sulawesi Selatan dan Barat (Bulog Sulselbar) menyatakan tidak menyalurkan beras SPHP selama April hingga Juni 2025. Namun, produk dengan label SPHP tetap ditemukan beredar di pasar. Ditambah polemik soal dugaan beras oplosan di Sulawesi Selatan makin mencuat.
“Penting untuk kami sampaikan bahwa sepanjang April hingga Juni, Bulog tidak menyalurkan beras SPHP sama sekali,” tegas Pimpinan Wilayah Bulog Sulselbar, Fahrurozi, Kamis (17/7).
Namun anehnya, beras dengan label SPHP justru tetap ditemukan di sejumlah pasar tradisional, termasuk Pasar Terong, Kota Makassar. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa produk yang beredar tersebut merupakan beras oplosan yang dikemas ulang dan diberi label SPHP palsu.
Hal ini diperkuat oleh adanya pemeriksaan terhadap beberapa perusahaan distributor beras oleh Satgas Pangan dan Bareskrim Polri dalam pekan ini.
SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) merupakan program pemerintah yang bertujuan menjaga stabilitas harga beras medium di pasaran. Beras SPHP hanya bisa ditebus oleh mitra resmi Bulog dan dijual ke konsumen dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp12.500 per kilogram.
Namun menurut anggota Komisi B DPRD Sulsel, Heriwawan, sistem ini justru bisa disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab untuk menipu konsumen.
“Kalau Bulog tidak menyalurkan beras SPHP selama tiga bulan, lalu dari mana datangnya beras SPHP yang tetap beredar. Ini bisa jadi bagian dari praktik oplosan beras kualitas rendah dikemas ulang seolah-olah resmi dari Bulog,” kata Heriwawan.
Ia menyebut, label SPHP yang memiliki citra positif di masyarakat sangat mungkin dijadikan tameng oleh oknum pengoplos untuk mengelabui konsumen.
Karenanya, DPRD Sulsel mendorong Satgas Pangan dan aparat penegak hukum untuk menyelidiki kemungkinan adanya peredaran ilegal beras SPHP atau penyalahgunaan merek sebagai bagian dari skema oplosan. Apalagi, sebagian besar sampel yang diperiksa dalam kasus ini berasal dari wilayah Sulsel.
“Ini bukan hanya soal mutu beras, tapi menyangkut kredibilitas distribusi pangan dan kepercayaan publik. Jangan sampai masyarakat dikelabui oleh tampilan kemasan yang terlihat resmi tapi isinya tidak layak konsumsi,” tegas Heriwawan.
PERKETAT PENGAWASAN
Sebagai bentuk antisipasi, Bulog Sulselbar mengaku telah menggandeng Satgas Pangan dan Dinas Ketahanan Pangan Provinsi untuk melakukan pengawasan langsung ke pasar-pasar, termasuk pengecekan mutu beras SPHP yang dijual oleh pengecer.
“Kami pastikan beras yang resmi dari Bulog selalu sesuai standar. Jika ada yang menggunakan label SPHP secara tidak sah, itu patut dicurigai sebagai bagian dari praktik curang,” jelas Fahrurozi.
Komisi B DPRD Sulsel juga telah menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Bulog, dinas teknis, dan pelaku usaha beras untuk mengevaluasi rantai distribusi dan pengawasan produk pangan, khususnya terhadap produk yang membawa nama dan citra pemerintah seperti SPHP. (E-2)