
Penyakit kardiovaskular menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Sekitar 650 ribu orang didiagnosis setiap tahunnya, dan penyakit ini menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Penyakit jantung menyebabkan beban biaya kesehatan sebesar Rp10,3 triliun, atau lebih dari US$700 juta Serikat setiap tahun.
Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung dan fasilitas kesehatan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri atas lebih dari 17 ribu pulau. Saat ini hanya terdapat sekitar 1.500 dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia. Selain itu, rumah sakit yang memiliki layanan jantung lanjutan hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai.
Ketua Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia (YJI) sekaligus kardiologis di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Ario Soeryo Kuncoro menyatakan belum adanya dokter jantung di daerah tertentu di Indonesia serta belum lengkapnya fasilitas diagnostik penyakit jantung yang baik menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan.
"Akibatnya, pasien datang dalam kondisi yang sudah lebih parah dan sulit ditangani," kata Ario di Jakarta, Rabu (28/5).
Selain keterbatasan tenaga medis, fasilitas kesehatan di wilayah yang belum berkembang juga sering kali kekurangan sarana untuk menangani penyakit jantung secara efektif. Tantangan sistemik ini menciptakan kesenjangan layanan yang signifikan dan berkontribusi pada meningkatnya beban penyakit secara nasional.
Penderita Penyakit Jantung Semakin Muda
Penyakit jantung kini tidak hanya menyerang usia lanjut. Semakin banyak anak muda Indonesia, bahkan yang berusia 20–30 tahun, terdiagnosis menderita penyakit ini.
"Penyakit jantung kini menyerang kelompok usia muda yang sedang berada di masa produktif. Ini sangat memengaruhi kehidupan mereka dan keluarga, karena mereka harus menyesuaikan diri untuk mengelola penyakit ini seumur hidup," ujar Ario.
“Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempercepat upaya edukasi, pencegahan, serta deteksi dan pengobatan dini. Semakin cepat dikenali, semakin besar peluang untuk menghindari komplikasi dan meringankan beban layanan kesehatan nasional,” tambahnya.
Selaras dengan Ario, Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Iing Ichsan Hanafi, juga menekankan hal serupa. Ia mengatakan meningkatnya jumlah pasien muda penderita penyakit jantung menjadi peringatan bagi seluruh rumah sakit.
"Kita harus meningkatkan kesiapan, tidak hanya dalam pengobatan, tetapi juga dalam deteksi dini dan pencegahan. Fokus pelayanan harus bergeser ke arah yang lebih proaktif, cepat, dan berpusat pada pasien, untuk semua kelompok usia," pungkasnya. (H-1)