
PAKAR hukum tata negara (HTN), Feri Amsari menilai ada upaya untuk meloloskan koruptor di BUMN agar terhindar dari jerat hukum melalui Revisi Undang-Undang No.1 tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah disahkan pada Februari lalu.
Menurut Feri, hal ini menyalahi aturan sebab dalam UU BUMN secara jelas mengatur bahwa seluruh perusahaan yang tergabung dalam BUMN menggunakan uang negara dalam setiap aktivitasnya.
“Semacam ada modus ya untuk praktik-praktik koruptif itu dilegalisasi dengan dinyatakan bahwa komisaris direksi BUMN bukanlah penyelenggara negara,” kata Feri Amsari dalam keterangannya pada Rabu (7/5).
Atas dasar itu, Feri memandang pasal 3X ayat 1 yang mengatur bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara serta Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara, hal itu bisa terbantahkan.
Selain itu, Feri menuturkan UU BUMN terbaru justru membuat penyelenggara BUMN terlindungi dari praktik-praktik koruptif yang dilakukan.
Menurutnya, modus-modus tersebut kerap dibahas oleh berbagai pihak yang mencoba permisif terhadap berbagai praktik tindak pidana korupsi.
“Upaya permisif ini justru berseberangan dengan gagasan dari Presiden Prabowo Subianto yang serius ingin memberantas praktik korupsi,” tukasnya.
Alih-alih merevisi UU BUMN agar menjadi produk hukum yang efektif untuk mengatur aktivitas BUMN, justru Ia menyayangkan karena ternyata UU tersebut tak lebih dari sekadar aturan pesanan yang dilahirkan sebagai bentuk perlindungan bagi orang-orang yang bakal kebal hukum.
“Sikap permisif ini malah berseberangan dengan gagasan Presiden akan memburu para koruptor ke Antartika dan ke gurun pasir. Ternyata para koruptornya dilindungi dengan undang-undang,” pungkasnya.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menanggapi status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN yang bukan penyelenggara negara. Menurutnya, Biro Hukum dan Kedeputian Penindakan KPK akan mengkaji UU BUMN untuk melihat sejauh apa aturan tersebut berdampak pada penegakkan hukum di KPK.
“Ya, KPK ini kan pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan. Penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum,” kata Tessa kepada wartawan, dikutip pada Senin (5/5/2025).
Jika Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN terlibat kasus korupsi, Tessa menyebut KPK akan menyoroti soal masalah redaksional dalam aturan tersebut. Sebab, KPK tak bisa menangani kasus yang tidak melibatkan penyelenggara negara.
Untuk itu, Tessa menilai pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga perlu melalukan kajian terhadap UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN ini agar menghindari kebocoran anggaran.
“Ini kenapa saya sampaikan perlu kajian tentu ini pemerintah dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto kan menginginkan yang pertama meminimalisir atau menghilangkan adanya kebocoran anggaran,” tutur Tessa.
Lebih lanjut, Tessa juga menyebut KPK membuka peluang untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya pencegahan korupsi di sektor BUMN, termasuk dengan memberikan masukan.
Sebelumnya diberitakan, Menteri BUMN Erick Thohir menjelaskan bahwa akan ada definisi turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang menegaskan jabatan Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara. (Dev/P-3)