Sekjen Kemdiktisaintek Paparkan Tantangan Pendidikan Tinggi RI

1 week ago 15
Sekjen Kemdiktisaintek Paparkan Tantangan Pendidikan Tinggi RI Sekjen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Togar M. Simatupang.(Antara)

ADA sejumlah tantangan yang harus dibenahi dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Demikian dijelaskan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Togar M. Simatupang dalam Rapat Evaluasi Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Rabu (5/3) Togar menyebutkan salah satu permasalahan yang masih menjadi tantangan besar adalah akses pendidikan tinggi.

Menurut Togar, akses ini meliputi ketersediaan perguruan tinggi, keterjangkauan biaya, mutu pendidikan, serta jaminan pekerjaan bagi lulusan.

"Nah jumlah perguruan tinggi juga berbeda-beda dan di sini yang salah satunya menurut hemat kami akan masuk (evaluasi) nanti adalah untuk yang kedinasan, K/L (kementerian/lembaga)," katanya.

Togar juga menyoroti evaluasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Dari aspek kelembagaan, ia menyoroti perlunya regulasi yang lebih fleksibel terkait pendirian, perubahan, dan penutupan perguruan tinggi, baik itu Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), serta Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

"Di sini perlu adanya peraturan untuk pendirian dan perubahan. Perubahan di sini juga termasuk perubahan bentuk, ada penutupan dari PTN ke PTN-BH, (juga) PTS ke PTN-BH," ujarnya.

Selanjutnya Togar juga mengusulkan agar statuta PTN-BH ditetapkan melalui Peraturan Menteri (Permen) dan bukan peraturan pemerintah.

Selain itu ia juga mengusulkan adanya peraturan yang mengatur perguruan tinggi asing di Indonesia, sehingga dengan demikian diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap mutu pendidikan dalam negeri.

Dari sisi pendanaan, Togar juga mengungkapkan perlunya keseimbangan kontribusi antara pemerintah pusat dan daerah, di mana hal ini dinilai dapat menghambat pengembangan PTN unggulan di setiap provinsi.

"Di sini yang terjadi saat ini baru pemerintah pusat yang mengalokasikan 20% belanja wajib atau mandatory spending. Sementara pemerintah daerah itu belum ada kontribusi. Ini adalah salah satu penyebab mengapa PTN pada setiap provinsi yang mau unggulan tadi itu belum berkembang," ungkapnya.

Permasalahan terkait dosen juga menjadi salah satu fokus utama dalam evaluasi ini. Menurut Togar, sistem jabatan akademik yang digabung dengan jabatan fungsional telah menciptakan tantangan baru bagi dosen, terutama bagi yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Kalau jabatan fungsional itu mudah, tapi begitu digabung dengan akademik dia memberikan suatu kerumitan baru. Syarat dan prosedur kenaikan jabatan akademik itu masih dirasakan membebani," paparnya.

Selain itu perlakuan yang berbeda terhadap dosen ASN dan non-ASN dalam hal penghasilan serta penelitian juga menjadi perhatian. 

Togar pun mendorong pentingnya regulasi yang lebih jelas mengenai kesejahteraan dosen, termasuk keseimbangan antara profesi dan layanan, serta manajemen pendidikan tinggi secara umum demi menciptakan pendidikan tinggi yang berkualitas dan berdaya saing. (H-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |